Jumat, 20 Januari 2012

PERNIKAHAN ADAT BATAK

PERNIKAHAN ADAT BATAK

Perakwainan adat Batak bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu. Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut. Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah terjadi dua kali di Batam, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya

URUTAN KEGIATAN

BAGIAN I > PRA NIKAH Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan. A. Perekenalan dan bertunangan. Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya. B. Patua Hata. Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum, melamar secara resmi. C. Marhori-hori dinding. Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut. D. Marhusip. Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung. E. Pudun Saut. Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan adat/makanan namargoar. Catatan: Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip. Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah 1. Sinamot. 2. Ulos 3. Parjuhut dan Jambar 4. Alap Jual atau Taruhon Jual) 5. Jumlah undangan 6. Tanggal dan tempat pemberkatan. 7. Tatacara. (Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut).

BAGIAN II > UNJUK ATAU ACARA ADAT PERNIKAHAN Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.

A BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN 1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan 2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton 3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon. 4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan. 5. Suhut naniambangan, suhut yang datang 6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut 7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Tobing dan Batubara). 8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Tobing dan boru Batubara). 9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya. 10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah) . 11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya. 12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak 13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan. 14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu. 15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak 16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro.

B PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT (Contoh Acara di Tempat Perempuan) Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP Suhut Pihak Wanita = SW Suhut Pihak Pria = SP I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dar Hula-hula Simorangkir 1.Hula-hula, …… 2.Tulang, ……. 3.Bona Tulang, ….. 4.Tulang Rorobot, ….. 5.Bonaniari, …… 6.Hula-hula namarhahamaranggi: -a … -b…. -c…. dst 7.Hula-hula anak manjae, ….. , dengan permintaan agara mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Simorangkir IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama. Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III. V. MENERIMA KEDATANGAN SUHUT PARANAK (SP). Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan. 1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya . 6. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan. Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu: 1. Hula-hula, …. 2. Tulang, ….. 3. Bona Tulang, …. 4. Tulang Rorobot, ….. 5. Bonaniari , ….. 6. Hula-hula namarhaha-marnggi: - a……. - b….. - c…….. - dst 7. Hula-hula anak manjae….. PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR Batubara (Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).

C MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT. (Tudu-tudu Ni Sipanaganon) Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar. Tanda Makanan Adat (Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau) Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.

D MENYERAHKAN DENGKE/IKAN OLEH SW Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama) Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan). Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.

E MAKAN BERSAMA Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW. Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat: Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna. Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap

F MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan

G MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH) Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT. Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih) Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak. Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya

H ACARA PERCAKAPAN ADAT. I. MEMPERSIAPKAN PERCAKAPAN: 1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap 2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti

III. MEMULAI PERCAKAPAN (PINGGAN PANUNGKUNAN) . Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat. 1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW 2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP 3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara. 4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Batubara mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuan Batubara adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka

IV. PENYERAHAN PANGGOHI/KEKURANGAN SINAMOT 1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Batubara sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok). 2. Sebelum PR TOBING mengiakan lebih dulu RP TOBING meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Tobing 3. Sesudah diiakan oleh PR TOBING, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut Tobing oleh Batubara. V. Penyerahan Panandaion. Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai golongan IV). Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Tobing kepada yang bersangkutan.

V Penyerahan tintin marangkup. Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu Seacara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.

VI. Penyerahan/Pemberia n Ulos oleh Pihak Perempuan. Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai) Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut: Ulos Namarhadohoan No Uraian Yang Menerima Keterangan A Kepada Paranak 1 Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria 2 Hela Pengenten B Partodoan/Suhi Ampang Naopat 1 Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria 2 Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria 3 Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria 4 Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria Ulos Kepada Pengenten No Uraian Yang Mangulosi Keterangan A Dari Parboru/Partodoan 1 Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita 2 Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita 3 Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita 4 Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita B Hula-hula dan Tulang Parboru 1 Hula-hula 1 lembar, wajib 2 Tulang 1 lembar, wajib 3 Bona Tulang 1 lembar, wajib 4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib C Hula-hula dan Tulang Paranak 1 Hula-hula 1 lembar, wajib 2 Tulang 1 lembar, wajib 3 Bona Tulang 1 lembar, wajib 4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib Catatan: 1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha. 2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi, pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi

VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat) 1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik: a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya 2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini. CATATAN: Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup. Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati. 3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu Kedu suhut Tobing dan Batubara, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Rja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri , dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu. 4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sam-sam mengucapkan: horas ! horas ! horas ! 5. Bersalaman untuk pulang,, suhut na niambangan Batubara menyalami Suhut Tobing

BAGIAN III > PASKA PERNIKAHAN Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok , ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga. Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah: I. Paulak Une Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga) Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya. CATATAN: Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main/ melecehkan makna adat itu. Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan: 1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une, dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai suami isteri. 2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan , sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu. 3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru) 4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan saat ini. 5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut: Ulos Namarhadohoan

479 Marga Batak

479 Marga Batak

(menurut Abjad)
A.
1. AMBARITA 2. AMPAPAGA (SIAMPAPAGA) 3. AMPUN (NAHAMPUNGAN) 4. ANGKAT 5. ANGKAT SINGKAPAL 6. ARITONANG 7. ARUAN

B.
8. BABIAT 9. BAHO (NAIBAHO) 10. BAKO 11. BANJARNAHOR (NAINGGOLAN) 12. BANJARNAHOR (MARBUN) 13. BANCIN 14. BAKKARA 15. BARINGBING (TAMPUBOLON) 16. BARUARA (TAMBUNAN) 17. BARUTU (SITUMORANG) 18. BARUTU (SINAGA) 19. BATUARA (NAINGGOLAN) 20. BATUBARA 21. BERASA 22. BARAMPU 23. BARINGIN 24. BINJORI 25. BINTANG 26. BOANGMANALU 27. BOLIALA 28. BONDAR 29. BORBOR 30. BUATON 31. BUNUREA (BANUAREA) 32. BUNJORI 33. BUTARBUTAR

D.
34. DABUTAR (SIDABUTAR ?) 35. DAIRI (SIMANULLANG) 36. DAIRI (SINAMBELA) 37. DALIMUNTA (MUNTE ?) 38. DAPARI 39. DAULAE 40. DEBATARAJA (SIMAMORA) 41. DEBATARAJA (RAMBE) 42. DOLOKSARIBU 43. DONGORAN 44. DOSI (PARDOSI)

G.
45. GAJAA 46. GAJADIRI 47. GAJAMANIK 48. GIRSANG 49. GORAT 50. GULTOM 51. GURNING 52. GUSAR

H.
53. HABEAHAN 54. HARAHAP 55. HARIANJA 56. HARO 57. HAROHARO 58. HASIBUAN 59. HASUGIAN 60. HUTABALIAN 61. HUTABARAT 62. HUTAJULU 63. HUTAGALUNG 64. HUTAGAOL (LONTUNG) 65. HUTAGAOL (SUMBA) 66. HUTAHAEAN 67. HUTAPEA 68. HUTASOIT 69. HUTASUHUT 70. HUTATORUAN 71. HUTAURUK

K.
72. KASOGIHAN 73. KUDADIRI

L.
74. LAMBE 75. LIMBONG 76. LINGGA 77. LONTUNG 78. LUBIS 79. LUBIS HATONOPAN 80. LUBIS SINGASORO 81. LUMBANBATU 82. LUMBANDOLOK 83. LUMBANGAOL (MARBUN) 84. LUMBANGAOL (TAMBUNAN) 85. LUMBAN NAHOR (SITUMORANG) 86. LUMBANPANDE (SITUMORANG) 87. LUMBANPANDE (PANDIANGAN) 88. LUMBANPEA (TAMBUNAN) 89. LUMBANRAJA 90. LUMBAN SIANTAR 91. LUMBANTOBING 92. LUMBANTORUAN (SIRINGORINGO) 93. LUMBANTORUAN (SIHOMBING) 94. LUMBANTUNGKUP

M.
95. MAHA 96. MAHABUNGA 97. MAHARAJA 98. MALAU 99. MALIAM 100. MANALU (TOGA SIMAMORA) 101. MANALU-RAMBE 102. MANALU (BOANG) 103. MANIK 104. MANIK URUK 105. MANURUNG 106. MARBUN 107. MARBUN SEHUN 108. MARDOSI 109. MARPAUNG 110. MARTUMPU 111. MATANIARI 112. MATONDANG 113. MEHA 114. MEKAMEKA 115. MISMIS 116. MUKUR 117. MUNGKUR 118. MUNTE (NAIMUNTE ?)

N.
119. NABABAN 120. NABUNGKE 121. NADAPDAP 122. NADEAK 123. NAHAMPUN 124. NAHULAE 125. NAIBAHO 126. NAIBORHU 127. NAIMUNTE 128. NAIPOSPOS 129. NAINGGOLAN 130. NAPITU 131. NAPITUPULU 132. NASUTION 133. NASUTION BOTOTAN 134. NASUTION LONCAT 135. NASUTION TANGGA AMBENG 136. NASUTION SIMANGGINTIR 137. NASUTION MANGGIS 138. NASUTION JORING

O.
139. OMPUSUNGGU 140. OMPU MANUNGKOLLANGIT

P.
141. PADANG (SITUMORANG0 142. PADANG (BATANGHARI0 143. PANGARAJI (TAMBUNAN) 144. PAKPAHAN 145. PAMAN 146. PANDEURUK 147. PANDIANGAN-LUMBANPANDE 148. PANDIANGAN SITANGGUBANG 149. PANDIANAGN SITURANGKE 150. PANJAITAN 151. PANE 152. PANGARIBUAN 153. PANGGABEAN 154. PANGKAR 155. PAPAGA 156. PARAPAT 157. PARDABUAN 158. PARDEDE 159. PARDOSI-DAIRI 160. PARDOSI (SIAGIAN) 161. PARHUSIP 162. PASARIBU 163. PASE 164. PASI 165. PINAYUNGAN 166. PINARIK 167. PINTUBATU 168. POHAN 169. PORTI 170. POSPOS 171. PULUNGAN 172. PURBA (TOGA SIMAMORA) 173. PURBA (RAMBE) 174. PUSUK

R.
175. RAJAGUKGUK 176. RAMBE-PURBA 177. RAMBE-MANALU 178. RAMBE-DEBATARAJA 179. RANGKUTI-DANO 180. RANGKUTI-PANE 181. REA 182. RIMOBUNGA 183. RITONGA 184. RUMAHOMBAR 185. RUMAHORBO 186. RUMAPEA 187. RUMASINGAP 188. RUMASONDI

S.
189. SAGALA 190. SAGALA-BANGUNREA 191. SAGALA-HUTABAGAS 192. SAGALA HUTAURAT 193. SAING 194. SAMBO 195. SAMOSIR 196. SAPA 197. SARAGI (SAMOSIR) 198. SARAGIH (SIMALUNGUN) 199. SARAAN (SERAAN) 200. SARUKSUK 201. SARUMPAET 202. SEUN (SEHUN) 203. SIADARI 204. SIAGIAN (SIREGAR) 205. SIAGIAN (TUAN DIBANGARNA) 206. SIAHAAN (NAINGGOLAN) 207. SIAHAAN (TUAN SOMANIMBIL) 208. SIAHAAN HINALANG 209. SIAHAAN BALIGE 210. SIAHAAN LUMBANGORAT 211. SIAHAAN TARABUNGA 212. SIAHAAN SIBUNTUON 213. SIALLAGAN 214. SIAMPAPAGA 215. SIANIPAR 216. SIANTURI 217. SIBANGEBENGE 218. SIBARANI 219. SIBARINGBING 220. SIBORO 221. SIBORUTOROP 222. SIBUEA 223. SIBURIAN 224. SIDABALOK 225. SIDABANG 226. SINABANG 227. SIDEBANG 228. SIDABARIBA 229. SINABARIBA 230. SIDABUNGKE 231. SIDABUTAR (SARAGI) 232. SIDABUTAR (SILAHISABUNGAN) 233. SIDAHAPINTU 234. SIDARI 235. SIDAURUK 236. SIJABAT 237. SIGALINGGING 238. SIGIRO 239. SIHALOHO 240. SIHITE 241. SIHOMBING 242. SIHOTANG 243. SIKETANG 244. SIJABAT 245. SILABAN 246. SILAE 247. SILAEN 248. SILALAHI 249. SILALI 250. SILEANG 251. SILITONGA 252. SILO 253. SIMAIBANG 254. SIMALANGO 255. SIMAMORA 256. SIMANDALAHI 257. SIMANJORANG 258. SIMANJUNTAK 259. SIMANGUNSONG 260. SIMANIHURUK 261. SIMANULLANG 262. SIMANUNGKALIT 263. SIMARANGKIR (SIMORANGKIR) 264. SIMAREMARE 265. SIMARGOLANG 266. SIMARMATA 267. SIMARSOIT 268. SIMATUPANG 269. SIMBIRING-MEHA 270. SEMBIRING-MELIALA 271. SIMBOLON 272. SINABANG 273. SINABARIBA 274. SINAGA 275. SIBAGARIANG 276. SINAMBELA-HUMBANG 277. SINAMBELA DAIRI 278. SINAMO 279. SINGKAPAL 280. SINURAT 281. SIPAHUTAR 282. SIPAYUNG 283. SIPANGKAR 284. SIPANGPANG 285. SIPARDABUAN 286. SIRAIT 287. SIRANDOS 288. SIREGAR 289. SIRINGKIRON 290. SIRINGORINGO 291. SIRUMAPEA 292. SIRUMASONDI 293. SITANGGANG 294. SITANGGUBANG 295. SITARIHORAN 296. SITINDAON 297. SITINJAK 298. SITIO 299. SITOGATOROP 300. SITOHANG URUK 301. SITOHANG TONGATONGA 302. SITOHANG TORUAN 303. SITOMPUL 304. SITORANG (SITUMORANG) 305. SITORBANDOLOK 306. SITORUS 307. SITUMEANG 308. SITUMORANG-LUMBANPANDE 309. SITUMORANG-LUMBAN NAHOR 310. SITUMORANG-SUHUTNIHUTA 311. SITUMORANG-SIRINGORINGO 312. SITUMORANG-SITOGANG URUK 313. SITUMORANG SITOHANG TONGATONGA 314. SITUMORANG SITOHANGTORUAN 315. SITUNGKIR 316. SITURANGKE 317. SOBU 318. SOLIA 319. SOLIN 320. SORGANIMUSU 321. SORMIN 322. SUHUTNIHUTA-SITUMORANG 323. SUHUTNIHUTA-SINAGA 324. SUHUTNIHUTA-PANDIANGAN 325. SUMBA 326. SUNGE 327. SUNGGU

T.
328. TAMBA 329. TAMBAK 330. TAMBUNAN BARUARA 331. TAMBUNAN LUMBANGAOL 332. TAMBUNAN LUMPANPEA 333. TAMBUNAN PAGARAJI 334. TAMBUNAN SUNGE 335. TAMPUBOLON 336. TAMPUBOLON BARIMBING 337. TAMPUBOLON SILAEN 338. TAKKAR 339. TANJUNG 340. TARIHORAN 341. TENDANG 342. TINAMBUNAN 343. TINENDUNG 344. TOGATOROP 345. TOMOK 346. TORBANDOLOK 347. TUMANGGOR 348. TURNIP 349. TURUTAN Tj ( C). 350. TJAPA (CAPA) 351. TJAMBO (CAMBO) 352. TJIBERO (CIBERO)

U.
353. UJUNG-RIMOBUNGA 354. UJUNG-SARIBU

KAROKARO
355. KAROKARO BARUS 356. KAROKARO BUKIT 357. KAROKARO GURUSINGA 358. KAROKARO JUNG 359. KAROKARO KALOKO 360. KAROKARO KACARIBU 361. KAR0KARO KESOGIHAN 362. KAROKARO KETAREN 363. KAROKARO KODADIRI 364. KAROKARO PURBA 365. KAROKARO SINURAYA (dari sian raya) 366. KAROKARO SEKALI 367. KAROKARO SIKEMIT 368. KAROKARO SINABULAN 369. KAROKARO SINUAJI 370. KAROKARO SINUKABAN 371. KAROKARO SINULINGGA 372. KAROKARO SIMURA 373. KAROKARO SITEPU 374. KAROKARO SURBAKTI

TARIGAN
375. TARIGAN BANDANG 376. TARIGAN GANAGANA 377. TARIGAN GERNENG 378. TARIGAN GIRSANG 379. TARIGAN JAMPANG 380. TARIGAN PURBA 381. TARIGAN SILANGIT 382. TARIGAN TAMBAK 383. TARIGAN TAMBUN 384. TARIGAN TAGUR 385. TARIGAN TUA 386. TARIGAN CIBERO PERANGINANGIN 387. PERANGINANGIN-BENJERANG 388. PERANGINANGIN BANGUN 389. PERANGINANGIN KABAK 390. PERANGINANGIN KACINABU 391. PERANGINANGIN KELIAT 392. PERANGINANGIN LAKSA 393. PERANGINANGIN MANO 394. PERANGINANGIN NAMOHAJI 395. PERANGINANGIN PANGGARUN 396. PERANGINANGIN PENCAWAN 397. PERANGINANGIN PARBESI 398. PERANGINANGIN PERASIH 399. PERANGINANGIN PINEM 400. PERANGINANGIN SINUBAYANG 401. PERANGINANGIN SINGARIMBUM 402. PERANGINANGIN SINURAT 403. PERANGINANGIN SUKATENDE 404. PERANGINANGIN ULUJANDI 405. PERANGINANGIN UWIR

GINTING
406. GINTING BAHO 407. GINTING BERAS 408. GINTING GURUPATIH 409. GINTING JADIBATA 410. GINTING JAWAK 411. GINTING MANIK 412. GINTING MUNTE 413. GINTING PASE 414. GINTING SIGARAMATA 415. GINTING SARAGIH 416. GINTING SINUSINGAN 417. GINTING SUGIHEN 418. GINTING SINUSUKA 419. GINTING TUMANGGER 420. GINTING CAPA

SEMBIRING
421. SEMBIRING-BRAHMANA 422. SEMBIRING BUNUHAJI 423. SEMBIRING BUSUK (PU) 424. SEMBIRING DEPARI 425. SEMBIRING GALUK 426. SEMBIRING GURU KINAYA 427. SEMBIRING KELING 428. SEMBIRING KALOKO 429. SEMBIRING KEMBAREN 430. SEMBIRING MELIALA 431. SEMBIRING MUHAM 432. SEMBIRING PANDEBAYANG 433. SEMBIRING PANDIA 434. SEMBIRING PELAWI 435. SEMBIRING SINULAKI 436. SEMBIRING SINUPAYUNG 437. SEMBIRING SINUKAPAR 438. SEMBIRING TAKANG 439. SEMBIRING SOLIA MARGA SILEBAN MASUK TU BATAK

SINAGA
440. SINAGA NADIHAYANGHOTORAN 441. SINAGA NADIHAYANGBODAT 442. SINAGA SIDABARIBA 443. SINAGA SIDAGURGUR 444. SINAGA SIDAHAPINTU 445. SINAGA SIDAHASUHUT 446. SINAGA SIALLAGAN 447. SINAGA PORTI

DAMANIK
448. DAMANIK-AMBARITA 449. DAMANIK BARIBA 450. DAMANIK GURNING 451. DAMANIK MALAU 452. DAMANIK TOMOK

SARAGI
453. SARAGIH-DJAWAK 454. SARAGIH DAMUNTE 455. SARAGIH DASALAK 456. SARAGIH GARINGGING 457. SARAGIH SIMARMATA 458. SARAGIH SITANGGANG 459. SARAGIH SUMBAYAK 460. SARAGIH TURNIP

PURBA
461. PURBA BAWANG 462. PURBA DAGAMBIR 463. PURBA DASUHA 464. PURBA GIRSANG 465. PURBA PAKPAK 466. PUBA SIIDADOLOK 467. PURBA TAMBAK HALAK SILEBAN NA MASUK TU MARGA NI BATAK

468. BARAT ( SIAN HUTABARAT) 469. BAUMI (MSRINGAN DI MANDAILING) 470. BULUARA ( MARINGANAN DI SINGKIL) 471. GOCI (MARINGANAN DI SINGKIL) 472. KUMBI (MARINGANAN DI SINGKIL) 473. MASOPANG (DASOPANG) SIAN HASIBUAN 474. MARDIA (MARINGAN DI MANDAILING) 475. MELAYU (Maringan di Singkel) SIAN MALAU 476. NASUTION (deba mangakui siahaan do nasida pomparan ni si Badoar [sangti] 477. PALIS ( MARINGAN DI SINGKILDOLOK) 478. RAMIN (MARINGAN DI SINGKIL) 479. RANGKUTI ( didok deba nasida, turunan ni Sultan Zulqarnain sian Asia tu Mandailing) ------- Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak (W. M. Hutagalung. CV Tulus Jaya, 1991)

UMPASA



Umpasa Batak di na laho marsirang


Pidong sitapitapi, habang diatas hauma
Horas ma hamu na hupaborhat hami
Horas hami na tininggalhonmuna

Dolok ni Panampahan, tondongkon ni Tarabunga
Sai horas ma hamu dipardalanan songoni dung sahat tu inganan muna

Tombak ni Sipinggan di dolok ni Sitapongan
Di dia pe hita tinggal, sai tong ma hita masihaholongan

Eme sitambatua parlinggoman ni siborok
Amanta Debata do silehon tua, sai luhutna ma hita diparorot

Mangerbang bungabunga, ditiur ni mata ni ari
Selamat jalan ma dihamuna, selamat tinggal ma di hami

Umpasa Batak Mangadopi natua tua

Umpasa Batak sidohonon molo dohot iba mangadopi natua tua na manjalo sipanganon sian angka anakkonna

Andor halumpang ma togutogu ni lombu dohot togutogu ni horbo laho tu Lapogambiri
Sai saur ma hamu leleng mangolu paihutihut pahompu sahat tu na marnono dohot marnini

Tinpu bulung ni sabi nibutbut pinaspashon
I dope na tarpatupa hami ba i ma jolo tahalashon

Hata sian undangan tu natuatua i:

Polta bulan i Ama ni Manggule: Ro nuaeng angka pomparanmu mamboan sipanganon ba dohot hami mauliate

Tubu ma singkoru di dolok ni Simamora
Sai torop ma anak dohot boru na basa jala sisubut roha

Tubu dingindingin jonok tu simartolu
Horas ma tondi madingin pir tondi matogu
Sai ro ma nipi na uli sai leleng hamu mangolu
Haliangan ni nono dohot nini raphon anak dohot boru

Hata ni undangan tu ianakkon na mamboan sipanganon :Binolus Purbatua laho tu Parsingkaman
Naburju marnatuatua ingkon sai dapotan pandaraman
Laho pe ibana mangula sai na dao ma parmaraan
Sai dapotsa na niluluan sai jumpang na jinalahan

Taringot di sipanganon na binoanmuna tu natuatua i :
Disi do gandina, disi do nang gandona
Disi do daina disi do nang tabona
Sirsir ansimna jala hona dohot asomna

Asa dohonon nami ma :
Bagot na marhalto ma di ladang ni Panggabean
Horas ma hami na manganhon, lam martamba sinadongan di hamu na mangalean

Ia siula tano do hamu ba on ma dohononnami :
Binanga ni Sihombing binongkak ni Purbatua
Tu sanggar ma amporik tu lombang ma satua
Sai sinur ma pinahan gabe na niula

Molo partigatiga do hamu ba on ma dohonon namu :
Tinampul bulung bira bahen saong laho tu ladang
Sai mangomo ma hamu sian tigatiga ba sai maruntung ma sian dagang

Molo tung sipata rugi hamu ba sai dapot nian nidok ni umpasa :
Soban rantingranting soban ni Sijamapolang
Ba molo rugi hamu sian antinganting, ba sai mangomo ma sian golang

Molo pegawai do hamu ba on ma dohonon nami :
Tinapu bulung salaon dongan ni bulung si tulan
Ba sai naek pangkat ma hamu ganup taon, sai tamba gaji tiap bulan

Molo adong di hamu na so hot ripe dope on ma dohonon nami:
Parik ni Lubutua hatubuan ni bulu duri
Na burju marnatuatua sai ingkon dapotan rongkap na uli

Baangkup ni i :
Molo adong disi hulingkuling sai adong ma disi holiholi
Molo adong disi na so muli sai adong do rongkap ni i naso mangoli

Sahatsahat ni solu ma sahat di rondang ni bulan
Sai leleng ma hamu mangolu jala sai dipasupasu Tuhan

Umpasa Batak Tingki Mangapuli

Jotjot do tadok : Tua na so taraithon, Soro ni ari na so tarhaishon

Alai dumenggan do dohonon umpasa on :
Ramba ni Sipoholon marduhutduhut sitata
Las ni roha dohot sitaonon sude do i sian Amanta Debata
Asa :
Hau ni Gunungtua, dangkana madaguldagul
Tibu ma dilehon Tuhanta dihamu tua, jala tibu hamu diapulapul

Poltak bulan tula, binsar ia mata ni ari
Tibu ma ro tu hamu soritua, singkat ni sori ni ari

Angkup ni i :
Hotang binebebebe, hotang pinilospulos
Unang iba mandele, ai godang do tudostudos

Tamba muse :
Hotang benebebebe, hotang ni Siringkiron
Unang iba mandele, ai godang dope sihirimon

On pe :
Dolok ni Simalungun ma tu dolok ni simamora
Sai salpu ma angka na lungun, hatop ma ro silas ni roha


Ingkon maratur do dohonon angka umpasa i

Molo torop do angka umpasa nanaeng dohonon, ingkon jagaon do asa maratur parjojor ni angka umpasa i hinatahon.

Unang rupani pinungka mandok umpasa :
Andor hadumpang togutogu ni lombu
Sai sarimatua ma hamu sahat tu na mangiringngiring pahompu
Dung i niudut dohot umpasa :
Giringgiring gostagosta
Sai tibu ma hamu mangiringngiring jala mangompa ompa
Ndang denggan be parjojorna molo songon i nidok.

Tarsongon na ditoru on ma binahen parjojor ni angka umpasa i tu na baru marbagus:
  • Umpasa asa togu parsaripeon nasida
Bagot na mararirang ditoruna panggongonan Badanmuna ma na so ra sirang, tondimuna masigomgoman
  • Umpasa hagabeon
Bintang ma na rumiris tu ombun na sumorop Anak pe dihamu sai riris, boru pe antong torop
  • Umpasa asa maradong
Urat ni nangka ma tu urat ni hotang Ba tudia pe hamu mangalangka, ba sai disi ma hamu dapotan pansamotan
  • Umpasa asa sai didongani Tuhanta nasida
Eme sitambatua parlinggoman ni siborok Dilehon Tuhanta ma dihamu tua, jala sai hot ma hamu diparorot
  • Umpasa panutup
Sahatsahat ni solu sahat ma tu bontean Sahat ma hamu leleng mangolu, sahat tu parhorasan dohot tu panggabean

Taringot tu na mandok umpasa

Molo naeng mandok umpasa iba sai jumolo ma nidok:"Sai dilehon Tuhanta Pardenggan basa i ma dihamu songon na nidok ni umpasa on".

Ise do na patut mandok umpasa pasupasu?Somalna najolo holan hulahula do sidok angka umpasa pasu-pasu tu parboruonna, natoras tu ianakonna, haha tu angka anggina, jadi ndang boi boru mandok umpasa pasupasu tu hulahula na. Alai molo porlu boi do, asal majolo dilapik hata na jala didok:"Santabi di hulahula nami, ndada na naeng ma masumasu hami rajanami, ia hudok pe angka umpasa annon, songon tamiang pangidoan nami do i tu Amanta Debata". Dung i boi ma dohononna angka umpasa i.
Alai ndada pola lapihon hata ianggo di tingki na mandok angka umpasa na mardomu tu na mangampu do, rupani :
Turtu ma ninna anduhur, tio ninna lote
Angka pasupasumuna i sai unang muba unang mose

Taringot tu raja parhata

Disude adat na balga (marhata sinamot, marunjuk, mangadathon/mangadati, mangompoi jabu, mamestahon tambak ni ompu dohot angka na asing dope), sai jolo dibahen protokol ni hasuhutan do rapot na jempek dohot dongan sabutuhana laho manotophon ise sian nasida na gabe parhata, tarsongon on ma pangkataion disi:

Protokol ni hasuhutan mamungka
Hamu angka hahadoli dohot angidolinami, ia hita pomparan ni Ompu ........ nungnga tahasomalhon, molo masa di hami pomparan ni Ompunta Paitonga ulaon songon na taadopi sadari on, ba hamu ma hahadoli manang anggi doli ma na gabe raja Parhata. Nuaeng pe, ba mardos ni tahi ma hamu hahadoli dohot anggidoli nami manang na ise bahenonmuna na gabe raja parhata sian hamu. Botima
Alus sian hahadoli : ido tutu anggidoli, toho do na nidokmi. Jadi ala hami do na baruon gabe raja Parhata di ulaonmuna parpudi, ba ianggo sadari on sian anggidolinta ma na gabe raja Parhata. Botima
Hata sian anggi doli:Tutu do i, hahadoli na nidokmuna i, ba hami pe antong ndada manjua disi, rade do hami na gabe raja Parhata. (dung i di dompakhon ma tu angka donganna saompu jala didok) Nungnga sude huta mambege hata i. Jadi nuaeng, ba ise ma sian hita na gabe parhata?
NB: Sai tar na ummalo marhata ma dipillit nasida gabe raja parhata
Molo sidua hasuhuton do ulaon i, songon di pesta unjuk rupani, ba duansa ma hasuhuton i (parboru dohot paranak) masibahen rapot naa be songon na di ginjang i, laho manotophon raja parhatana be

Ruhut Ruhut Ni Pangkataion

  1. Denggan ma pintor ditontuhon jala dipaboa parhata, asa adong tingkina parade sihataonna. Ai marguru tu haradeon do na gumodang manontuhon hadengganon ni pangkataion. Somalna parjambaran do mangkatai, sian dos ni roha.
  2. Ganup ma mandok hata, naeng ma jongjong ibana di ingananna molo tar torop do na pungui (molo lobi di ginjang ni 30 halak). Jala naeng ma suarana torang, boi dibege sude natorop i.
  3. Naeng ma rumang ni pangkataion i dibagasan tulus ni roha, kewajaran, dohot suasana kekeluargaan. Unang hakasaron muruk, mangkritik, humor na melukai dohot pametmethon sasahalak dohot na suman tusi.
  4. Unang ma adong pangkatai na pagajangku, na mamangke tingki na palobihu. Mardomu tusi unang ma adong hata namulak-ulak, rarat jala manimbil.
  5. Molo adong pandohan ni sasahalak na so tingkos, di patingkos ma i dohot manat dibagasan halambohon dohot kebijaksanaan.
  6. Molo mamangke umpama, sungkup ma umpama i sada manang dua. Denggan ma umpama i didok songon aslina, unang di parhaneang.
  7. Unang ma adong terjadi, na patut mangkatai manang na patut mandapot jambar hata ndang mangkatai. Tagonan do lobi sidok hata sian na hurang.
  8. Molo kebetulan adong sahalak na terkemuka hadir dipunguan i, na terpandang kedudukanna di masyarakat, songon di hamaloon, kedudukan, pengalaman dohot na suman tusi, tama di igilon asa mangkatai nasida. Protokol ma na mamereng i.
  9. Andorang so mautup manang paampuhon tu suhut, molo adong dope tingki, denggan do igilon, manang na adong dope sahalak manang dua halak nataronjar rohana laho mandok hata dope.

Kamis, 19 Januari 2012

UMPAMA

Angka Umpama

  1. Tongka do mulak tata naung masak, mulak marimbulu naung tinutungan
  2. Tu duru ma hata mabuk, tu tonga hata umum
  3. Ndang adong amporik na so siallang eme
  4. Ingkon sada do songon dai ni aek, unang mardua songon dai ni tuak
  5. Di ginjang bulung botik binoto paetna, buni parsisiraan binoto ansimna
  6. Unang songon ulubalang so mida musu
  7. Diorong asu do na so ompuna, paniseon do halak di na so padanna
  8. Ndang piga halak sigandai sidabuan, alai godang sigandai hata
  9. Piltik ni hasapi do tabo tu pinggol, anggo piltik ni hata sogo do begeon
  10. Hata paduadua suminta parsalisian, hata patolutolu suminta parrosuan
  11. Ganjang pe nidungdung ni tangan, ganjangan dope nidungdung ni roha
  12. Molo iba maniop matana halakan maniop suhulna, aganan ma pinalua
  13. Santau aek nuaeng, duaan tahu aek marsogot, na santahu i do pareahan
  14. Ingkon martangga martordingan do songon paranak ni balatuk
  15. Sai martanda ma songon adian, marhinambar songon dolok

Kamis, 05 Januari 2012

Upacara Adat Kematian Pada Suku Batak

Upacara Adat Kematian Pada Suku Batak oleh Punguan Sinurat pada 18 Agustus 2009 pukul 15:10 Pendahuluan Berbicara tentang Sari Matua, Saur Matua dan Mauli Bulung adalah berbicara tentang kematian seseoang dalam konteks adat Batak. Adalah aksioma, semua orang harus mati, dan hal itu dibenarkan oleh semua agama. Bukankah pada Kidung Jemaat 334 disebut: “Tiap orang harus mati, bagai rumput yang kering. Makhluk hidup harus busuk, agar lahir yang baru. Tubuh ini akan musnah, agar hidup disembuhkan. di akhirat bangkitlah, masuk sorga yang megah.”Selain yang disebutkan diatas, masih ada jenis kematian lain seperti “Martilaha” (anak yang belum berumah tangga meninggal dunia), “Mate Mangkar” (yang meninggal suami atau isteri, tetapi belum berketurunan), “Matipul Ulu” (suami atau isteri meninggal dunia dengan anak yang masih kecil-kecil), “Matompas Tataring” (isteri meninggal lebih dahulu juga meninggalkan anak yang masih kecil). Sari matua Tokoh adat yang dihubungi Ev H Simanjuntak, BMT Pardede, Constan Pardede, RPS Janter Aruan SH membuat defenisi : “Sari Matua adalah seseorang yang meninggal dunia apakah suami atau isteri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau putri atau keduanya, tetapi masih ada di antara anak-anaknya yang belum kawin (hot ripe).Mengacu kepada defenisi diatas, seseorang tidak bisa dinobatkan (dialihkan statusnya dari Sari Matua ke Saur Matua. Namun dalam prakteknya, ketika hasuhuton “marpangidoan” (bermohon) kepada dongan sahuta, tulang, hula-hula dan semua yang berhadir pada acara ria raja atau pangarapotan, agar yang meninggal Sari Matua itu ditolopi (disetujui) menjadi Saur Matua. Sering hasuhuton beralasan, “benar masih ada anak kami yang belum hot ripe (kawin), tetapi ditinjau dari segi usia sudah sepantasnya berumah tangga, apalagi anak-anak kami ini sudah bekerja dan sebenarnya, anak kami inilah yang membelanjai orang tua kami yang tengah terbaring di rumah duka. “Semoga dengan acara adat ini mereka secepatnya menemukan jodoh (asa tumibu dapotan sirongkap ni tondi, manghirap sian nadao, manjou sian najonok). Status Sari Matua dinaikkan setingkat menjadi Saur Matua seperti ini ditemukan pada beberapa acara adat. Tokoh adat diatas berkomentar, permintaan hasuhuton itu sudah memplesetkan nilai adat yang diciptakan leluhur. Pengertian Sari Matua, orang itu meninggal, sebelum tugasnya sebagai orang tua belum tuntas yakni mengawinkan anak-anaknya. Tidak diukur dari segi umur, pangkat, jabatan dan kekayaan. Mereka memprediksi, terjadinya peralihan status, didorong oleh umpasa yang disalah tafsirkan yakni: “Pitu lombu jonggi, marhulang-hulanghon hotang, raja pinaraja-raja, matua husuhuton do pandapotan.” (semua tergantung suhut). Umpasa ini sasarannya adalah untuk “sibuaton” (parjuhutna-boan), karena bisa saja permintaan hadirin parjuhutna diusulkan lombu sitio-tio atau horbo, tetapi karena kurang mampu, hasuhuton menyembelih simarmiak-miak (B2), atau sebaliknya jika mampu, simarmiak-miak marhuling-hulinghon lombu, simarmiak-miak marhuling-hulinghon horbo. Faktor lain ujar mereka, adanya “ambisi” pihak keluarga mengejar cita-cita orang Batak yakni hamoraon, hagabeon, hasangapon. Selanjutnya, dongan sahuta, terkesan “tanggap mida bohi”, karena mungkin pihak hasuhuton orang “terpandang”. Sebenarnya, untuk meredam “ambisi” hasuhuton, senjata pamungkas berada ditangan Dongan Sahuta. Benar ada umpasa yang mengatakan : “Tinallik landurung bontar gotana, sisada sitaonon dohot las ni roha do namardongan sahuta, nang pe asing-asing margana.” Tetapi bukankah ada umpasa yang paling mengena: “Tinallik bulu duri, sajongkal dua jari, dongan sahuta do raja panuturi dohot pengajari.” Mereka harus menjelaskan dampak negatif dari peralihan status Sari Matua ke Saur Matua berkenaan dengan anak-anak almarhum yang belum hot ripe. Artinya, jika kelak dikemudian hari, anak tersebut resmi kawin, karena dulu sudah dianggap kawin, tentu dongan sahuta tidak ikut campur tangan dalam seluruh kegiatan/proses perkawinan. Barangkali, bila hal itu diutarakan, mungkin pihak hasuhuton akan berpikir dua kali, sekaligus hal ini mengembalikan citra adat leluhur. Selanjutnya, ada pula berstatus “Mate Mangkar” berubah menjadi Sari Matua, karena diantara anaknya sudah ada yang berumah tangga namun belum dikaruniai cucu. Hasuhuton beralasan, parumaen (menantu) sudah mengandung (“manggora pamuro”). Hebatnya lagi, parjuhutna (boan) sigagat duhut (bukan simarmiak-miak merhuling-hulinghon horbo).Saya kurang setuju menerima adat yang demikian”, ujar Ev H Simanjuntak. Lahir dulu, baru kita sebut Si Unsok atau Si Butet, kalau orang yang meninggal tadi dari Mate Mangkar menjadi Sari Matua, lalu ompu si apa kita sebut? Ompu Sipaimaon?”, katanya memprotes. Kalau hanya mengharapkan manjalo tangiang menjadi partangiangan, kenapa kita sungkan menerima apa yang diberikan Tuhan kepada kita, sambungnya. Soal boan sigagat duhut, menurut Simanjuntak, hal itu sudah melampaui ambang batas normal adat Batak. Seharusnya simarmiak-miak, karena kerbau adalah ternak yang paling tinggi dalam adat Batak, tegasnya. Ulos tujung dan sampe tua Ulos tujung, adalah ulos yang ditujungkan (ditaruh diatas kepala) kepada mereka yang menghabaluhon (suami atau isteri yang ditinggalkan almarhum). Jika yang meninggal adalah suami, maka penerima tujung adalah isteri yang diberikan hula-hulanya. Sebaliknya jika yang meninggal adalah isteri, penerima tujung adalah suami yang diberikan tulangnya. Tujung diberikan kepada perempuan balu atau pria duda karena “mate mangkar” atau Sari Matua, sebagai simbol duka cita dan jenis ulos itu adalah sibolang. Dahulu, tujung itu tetap dipakai kemana saja pergi selama hari berkabung yang biasanya seminggu dan sesudahnya baru dilaksanakan “ungkap tujung” (melepas ulos dari kepala). Tetapi sekarang hal itu sudah tidak ada lagi, sebab tujung tersebut langsung diungkap (dibuka) oleh tulang ataupun hula-hula sepulang dari kuburan (udean). Secara ratio, yang terakhir ini lebih tepat, sebab kedukaan itu akan lebih cepat sirna, dan suami atau isteri yang ditinggal almarhum dalam waktu relatif singkat sudah dapat kembali beraktifitas mencari nafkah. Jika tujung masih melekat di kepala, kemungkinan yang bersangkutan larut dalam duka (margudompong) yang eksesnya bisa negatif yakni semakin jauh dari Tuhan atau pesimis bahkan apatis. Ulos Sampe Tua, adalah ulos yang diberikan kepada suami atau isteri almarhum yang sudah Saur Matua, tetapi tidak ditujungkan diatas kepala, melainkan diuloskan ke bahu oleh pihak hula-hula ataupun tulang. Jenis ulos dimaksud juga bernama Sibolang. Ulos Sampe Tua bermakna Sampe (sampailah) tua (ketuaan-berumur panjang dan diberkati Tuhan) Akhir-akhir ini pada acara adat Sari Matua, sering terlihat ulos yang seharusnya adalah tujung, berobah menjadi ulos sampe tua. Alasannya cukup sederhana, karena suami atau isteri yang ditinggal sudah kurang pantas menerima tujung, karena faktor usia dan agar keluarga yang ditinggalkan beroleh tua. Konsekwensi penerima ulos Sampe Tua adalah suami ataupun isteri tidak boleh kawin lagi. Seandainya pesan yang tersirat pada ulos Sampe Tua ini dilanggar, kawin lagi dan punya anak kecil lalu meninggal, ulos apa pula namanya. Tokoh adat Ev H Simanjuntak, BMT Pardede, Raja Partahi Sumurung Janter Aruan SH dan Constant Pardede berpendapat sebaiknya ulos yang diberikan adalah tujung, sebab kita tidak tahu apa yang terjadi kedepan. Toh tujung itu langsung dibuka sepulang dari kuburan, ujar mereka. Saur Matua Seseorang disebut Saur Matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “Titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru”. Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon seperti diuraikan diatas, belum tentu dimiliki seseorang. Artinya seseorang juga berstatus saur matua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya perempuan, namun sudah semuanya hot ripe dan punya cucu.Khusus tentang parjuhutna, Ev H Simanjuntak bersama rekannya senada mengatakan, yang cocok kepada ina adalah lombu sitio-tio atau kalau harus horbo, namanya diperhalus dengan sebutan “lombu sitio-tio marhuling-hulinghon horbo”. Sebab kelak jika bapak yang meninggal, “boan”-nya adalah horbo (sigagat duhut). Diminta tanggapannya apakah keharusan boan dari mereka yang Saur Matua lombu sitio-tio atau sigagat duhut, tokoh adat ini menjelaskan, hal itu relatif tergantung kemampuan hasuhuton, bisa saja simarmiak-miak. Disinilah pemakaian umpasa “Pitu lombu jonggi, marhulang-hulanghon hotang, raja pinaraja-raja, matua hasuhuton do pandapotan”. Kalangan hula-hula, terutama dongan sahuta harus memaklumi kondisi dari hasuhuton agar benar-benar “tinallik landorung bontar gotana, sada sitaonon do na mardongan sahuta nang pe pulik-pulik margana”. Jangan terjadi seperti cerita di Toba, akibat termakan adat akhirnya mereka lari malam (bungkas) kata mereka. Masih seputar Saur Matua khususnya kepada kaum bapak, predikat isteri tercinta, kawin lagi dan punya keturunan. Kelak jika bapak tersebut meninggal dunia, lalu anak yang ditinggalkan berstatus lajang, sesuai dengan defenisi yang dikemukakan diawal tulisan ini, sang bapak menjadi Sari Matua. Mauli Bulung Mauli Bulung, adalah seseorang yang meninggal dunia dalam posisi titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru sahat tu namar-nini, sahat tu namar-nono dan kemungkinan ke “marondok-ondok” yang selama hayatnya, tak seorangpun dari antara keturunannya yang meninggal dunia (manjoloi) (Seseorang yang beranak pinak, bercucu, bercicit mungkin hingga ke buyut).Dapat diprediksi, umur yang Mauli Bulung sudah sangat panjang, barangkali 90 tahun keatas, ditinjau dari segi generasi. Mereka yang memperoleh predikat mauli bulung sekarang ini sangat langka. Dalam tradisi adat Batak, mayat orang yang sudah Mauli Bulung di peti mayat dibaringkan lurus dengan kedua tangan sejajar dengan badan (tidak dilipat). Kematian seseorang dengan status mauli bulung, menurut adat Batak adalah kebahagiaan tersendiri bagi keturunannya. Tidak ada lagi isak tangis. Mereka boleh bersyukur dan bersuka cita, berpesta tetapi bukan hura-hura, memukul godang ogung sabangunan, musik tiup, menari, sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Kasih lagi Penyayang.

Aturan Adat Batak

Patokan dan Aturan Adat (Ruhut–ruhut Paradaton) Patokan dan aturan adat adalah acuan atau cerminan untuk melaksanakan adat didalam sukacita maupun dukacita yang pelaksanaannya harus didasarkan pada falsafah “ DALIHAN NATOLU “ serta memperhatikan nasihat nenek moyang ( Poda Ni Ompunta) * Jolo diseat hata asa diseat raut ( di bicarakan sebelum dilaksanakan) * Sidapot solup do na ro (mengikuti adat suhut setempat) * Aek Godang tu aek laut, dos ni roha nasaut (Musyawarah mufakat ). Pasal 1 1. Pada acara pesta perkawinan yang mutlak (mortohonan) suhi ni ampang ñaopat : a. Pihak paranak (pengantin lelaki) yang terima ulos : 1. Ulos Pansamot : Orang tua pengantin 2. Ulos Paramaan : Abang / adik Orangtua Pengantin 3. Ulos Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin 4. Ulos Sihunti Ampang : Saudara (Ito) atau Namboru Pengantin b. Pihak Parboru (pengantin perempuan) yang terima sinamot : 1. Sijalo Bara / Paramai : Abang / adik pengantin 2. Sijalo Upa Tulang : Tulang pengantin 3. Sijalo Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin atau Simandokhon Ito pengantin *(sesuai Hasuhuton&Tonggo Raja). 4. Sijalo Upa Pariban : Kakak atau Namboru Pengantin c. Urutan Pelaksanaan: 1. Ulos Hela diberikan setelah Ulos Pansamot. 2. Sijalo Paramai diberikan setelah sinamot nagok diterima Suhut Parboru. 2. Pada acara Adat Perkawinan yang harus diperhatikan : a. Tintin marangkup diberikan kepada Tulang Pengantin pria, bila perkawinan dengan Pariban Kandung (Boru Tulang), tidak ada Tintin Marangkup. b. Jumlah Tintin Marangkup, sesuai kesepakatan demikian Panandaion bila ada. c. Ulos yang diturunkan (tambahan) tidak boleh melebihi tanggungan Parboro. d. Uang Pinggan Panungpunan, disesuaikan dengan besarnya Sinamot. e. Undangan pada acara adat Boru Sihombing atau Bere Sihombing, suhu – suhu Ompu yang menerima Sinamot / Tintin Marangkup / Upa Tulang , wajib memberikan ulos Herbang, selain yang memberi ulos Herbang, boleh memberi uang (pembeli ulos). Pasal 2 Pada Acara Adat Kematian (meniggal dunia), ulos yang berjalan dan acara sesuai tingkat kematian : 1. Meninggalnya dari usia anak-anak sampai usia berkeluarga : a. Anak-anak dan Boru Sihombing remaja : Lampin atau Saput dari orangtua. b. Remaja / Pemuda Sihombing : Saput dari Tulang-nya. c. Kembali dari makan tidak ada acara adat lagi. 2. Meninggal Suami / Isteri : a. Tingkat kematian ditetapkan dalam Parrapoton / Tonggo Raja. b. Ulos Saput / Tutup Batang Suami dari Tulang-nya, Ulos Tujung/ Sampetua Istri dari Hula – hula. c. Ulos Saput / Tutup Batang Istri dari Hula – hula, Ulos Tujung/ Sampetua Suami dari Tulangnya. d. Urutan pelaksanaan : Saput lebih dulu baruTujung (berubah sesuai kondisi). e. Tingkat kematian Sarimatua, kembali dari makam ada Acara Buka Tujung, bagi yang masih menerima Tujung. f. Tingkat kematian Saurmatua, kembali dari makam ada Acara Buka Hombung. g. Suami meninggal, Tulang-nya Siungkap Hombung; Istri meninggal, Hula-hulanya. Pasal 3 Parjambaran Pada setiap Acara Adat Pesta Perkawinan dan kematian berjalan Parjambaran, pada dasarnya sebelum pelaksanaan harus dibicarakan lebih dahulu : 1. PARJAMBARAN DI ACARA ADAT PESTA PERKAWINAN, PANJUHUTI-NYA PINAHAN / SIGAGAT DUHUT. a. Mengkawinkan anak laki – laki : - Bila adatnya alap jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro - Bila adatnya Taruhon Jual : Osang utuh diparanak, untuk diberikan kepada hula-hula (Sijalo Tintin Marangkup), ihur-ihur (Upa Suhut) diparanak dan diberikan Ulak Tando Parboru, Somba – somba dan soit dibagi dua dan parngingian (kiri) di Paranak : (1). Somba – somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot. (2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale-ale, Dongan Sahuta, dll. (3). Parngingian / Parsanggulan untuk Boru / Bere. (4). Ikan (dengke) dari Parboru untuk Hasuhuton. b. Mengawinkan anak Perempuan : - Bila adatnya Taruhon Jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro. - Bila adatnya Taruhon Jual : Osang Utuh di Parboru untuk diberikan ke Hula-hula dan Tulang Rorobot. Ihur – ihur (Upa Suhut) di Parboru untuk Hasuhuton Somba – somba dan Soit dibagi dua dan parngingian(kanan) di Parboru : (1). Somba –somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot. (2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale – ale, Dongan Sahuta, dll. (3). Parsanggulan / Parngingian untuk Boru / Bere. 2. PARJAMBARAN DI ACARA KEMATIAN SARI / SAURMATUA, BOAN SIGAGAT DUHUT (Contoh) : Ulaon : Borsak Simonggur. Hasuhuton : Hutagurgur. Bona ni Hasuhutin : Tuan Hinalang. Suhut Bolon : Datu Parulas. A. DONGASABUTUHA 1. Panambuli : Anggi Doli Hariara. 2. Pangalapa / Pamultak : Raung Nabolon. 3. Panambak / Sasap : Dongan Tobu. 4. Ihur – ihur / Upa Suhut : Datu Parulas. 5. Uluna / Sipitudai : Jambar Raja (Parsadaan dan Punguan) Orang biasanya diberikan ke Protokol dan Sitoho-toho. 6. Ungkapan : Haha Doli Suhut Bolon. 7. Gonting : Anggi Doli Suhut Bolon. B. BORU / BERE / IBEBERE 1 . Tanggalan Rungkung Partogi : Boru ni Prsadaan. 2. Tanggalan Rungkung Mangihut : Boru ni Punguan. 3. Tanggalan Rungkung Bona – bona : Boru Diampuan/Bere – Ibebere. C. HULA – HULA 1. Tulan Bona : Pangalapan Boru/Hula-hula Tangkas. 2. Tulan Tombuk : Namamupus/Tulang. 3. Somba – somba Siranga : Tulang Rorobot, Bona Tulang, Bona Hula. Somba – somba Nagok :Bona na ari. 4. Tulan :P arsiat (Hula-hula, Haha Anggi, & Anak Manjae) D. DONGAN SAHUTA / RAJA NARO. 1. Botohon : Sipukkha Huta/Dongan Sahuta. 2. Ronsangan : Pemerintah setempat. 3. Soit Nagodang : Paariban, Ale-ale, Pangula ni Huria, Partungkoan. 4. Bonian Tondi : Pangalualuan ni Nipi (teman curhat). 5. Sitoho-toho : Surung-surung ni namanggohi adat (orang yang sering datang). 6. Pohu : Penggenapi isi tandok Hula-hula 7. Sohe/Tanggo : Penggenapi jambar yang belum dapat, dan lain-lain. 3. PENJELASAN BENTUK DAN LETAK PARJAMBARAN A. NAMARMIAK-MIAK (PINAHAN LOBU) 1. Osang-osang : rahang bawah 2. Parngingian : kepala bagian atas 3. Haliang : leher 4. Somba-somba : rusuk 5. Soit : persendian 6. Ihur-ihur/Upa Suhut : bagian belakang sampai ekor Parjambaran Namarmiak – miak di Humbang (Oleh : Ompu Natasya L. Toruan ) Na marmiak-miak B. SIGAGAT DUHUT 1. Uluna/Sipitu dai : kepala atas dan bawah (tanduk namarngingi dan osang) 2. Panamboli : potongan leher (sambolan) 3. Pangalapa/Pultahan : perut bagian bawah (tempat belah) 4. Panambak/Sasap : pangkal paha depan 5. Ungkapan : pangkal rusuk depan 6. Gonting : pinggul/punggul 7. Upa Suhut / Ihur-ihur : bagian belakang sampai ekor 8. Tanggalan Rungkung : leher (depan sampai dengan badan) 9. Tulan Bona : paha belakang 10. Tulan Tombuk : pangkal paha belakang 11. Somaba-somba Siranga : rusuk-rusuk besar 12. Somaba-somba Nagok : rusuk paling depan (gelapang) 13. Tulan : kaki di bawah dengkul 14. Botohon : paha depan 15. Ronsangan : tulang dada ( pertemuan rusuk) 16. Soit Nagodang : persendian 17. Bonian Tondi : pangkal rusuk iga 18. Sitoho-toho : sebagian dari osang bawah 19. Pohu : bagian-bagian kecil 20. Sohe/Tanggo-tanggo : cincangan Parjambaran Sigagat Duhut di Humbang ( Oleh Drs. Togap L. Toruan) Si gagat duhut Pasal 4 MANGADATI Mangadati adalah pelaksanaan ”menerima.membayar” adat perkawinan (marunjuk) yang telah menerima pemberkatan nikah sebelumnya, dimana kedua belah pihak orangtua sepakat, adatnya dilaksanakan kemudian dan atau kawin lari (mangalua) dimana acara ini dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ( Paranak). Karena itu ”mangadati” tidak sama dan bukanlah manjalo sulang-sulang ni pohompu. A. Tahapan yang harus dipenuhi sebelum Mangadati : 1. Pada acara partangiangan (pengucapan syukur) pemberkatan nikah, Paranak wajib mengantar ”Ihur-ihur” kepada pihak pengantin perempuan (Parboru) sebagai bukti bahwa putrinya telah di-paraja (dijadikan istri). 2. Pihak paranak melakukan acara manuruk-nuruk (suruk-suruk) meminta maaf dengan membawa makanan adat kepada pihak Parboru(hula-hula). 3. Pihak Paranak melakukan pemberitahuan rencana ”mangadati” kepada pihak Parboru, dengan membawa makan adat. Acara ini merancang (mangarangrangi) ”Somba ni uhum: (sinamot), ulos herbang, dan yang berkaitan dengan mangadati. B. Acara ”mangadati” dilaksanakan di tempat pihak Paranak, sehinga pelaksanaan sama dengan pesta adat ”taruhon jual”, yakni pihak Parboru datang dalam rombongan membawa beras, ikan, dan ulos. C. Parjambaran: ”Sidapotsolup do naro” ‘ Pasal 5 MENDAMPINGI, MANGAMAI, MANGAIN Pengertian umum adalah suatu proses untuk perkawinan campuran antara anaka / boru dengan anak/boru suku/bangsa lain (Marga Sileban), dimana pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan adat Batak. Penerapannya dilakukan sesuai tahapan dan aturan masing-masing sebagai berikut : MENDAMPINGI. Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak, Marga Sileban cukup meminta kepada satu keluarga Sihombing yang mau mendampingi dengan fungsi sebagai wakil/juru bicara/Raja parhata, dengan demikian : 1. Mendampingi Parboru, Sijalo Sinabot harus Marga Sileban, yang mendampingi hanya menerima uang kehormatan saja. 2. Mendampingi Paranak, Sijalo Ulos Suhi ni Ampang Naopat harus keluarga suku lain (Marga Sileban), yang mendampingi hanya menerima Ulos Pargomgom. 3. Yang mendampingi tidak boleh melakukan Tonggo / Ria Raja dan Papungu Tumpak. MANGAMAI . Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan na marmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangamai dihadapan Dongan Tubu, Boru/Bere, Dongan Sahuta. Dengan restu hadirin, yang Mangamai mangupa dengan menyatakan kesediaan untuk melaksanakan tahapan adat perkawinan yang dimaksud pihak Marga Sileban, kemudian Marga Sileban memberikan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua hadirin. Sehingga yang diamai dengan yang Mengamai sudah menjadi Dongan Sahundulan yang sifatnya permanen. Dalam hal Mangamai Paranak, yang menerima ulos diatur sebagai berikut : Ulos Pansamot : Orangtua kandung Marga Sileban. Ulos Paramaan : Yang Mangamai. Ulos Todoan : Marga Sileban atau keluaga yang Mengamai. Ulos Sihunti Ampang : Boru yang Mengamau atau Marga Sileban. Ulos seterusnya diatur pembagiannya sesuai dengan kesepakatan. Tintin Marangkup tetap harus diberikan ke Tulang pengantin pria Marga Sileban. Dalam hal Mangamai Parboru, yang menerima Sinamot/tuhor diatur sebagai berikut : Sinamot nagok : Orangtua kandung Marga Sileban. Paramai : yang Mengamai. Todoan : Marga Sileban atau yang Mengamai. Pariban : Boru yang Mengamai atau Boru Marga Sileban. Upa Tulang harus diberikan kepada Tulang pengantin wanita Marga Sileban. Panandaion/Sipalas roha diatur pembagiaanya sesuai kesepakatan. MANGAIN. Marga Sileban yang berkehendak anaknya (wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak(pria) Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan namarmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangain dihadapan Dongan Tubu,Boru/bere, Hula-hula/Tulang, Dongan Sahuta. Tahapan Pelaksanaan: 1. Marga Sileban atau pendampinganya menyerahkan tudu-tudu sipanganon. 2. Marga Sileban menyerahkan putrinya kepada yang Mangain. 3. Yang Mangain, marmeme dan manghopol dengan Ulos Mangain. 4. Hula – hula yang Mangain (Tulangna) memberikan ulos parompa. 5. Marsipanganon. 6. Hata Sigabe-gabe. Yang Mangain akan menempatkan yang diain pada urutan anggota keluarga yang tidak mengubah Panggoran (buha baju) yang sudah ada. Selanjutnya, keluarga yang Mangain bertanggung jawab melaksanakan kewajiban adat Batak kepada yang diain. Pada acara perkawinan yang diain, yang menerima Sinamot Nagok dan Suhi ni Ampang Naopat adalah yang Mangain dan keluarga. Orangtua kandung marga Sileban menerima Sinamot(panandaion) sebagai penghargaan atau penghormatan. Pada dasarnya kedudukan Anak atau Boru yang Didampingi, Diamai, Diain, tidak sama, dan tidak punya kaitan apapun dengan ”pewarisan”. Masing masing hanya terbatas pada proses adat yang dilakukan. Pasal 6 MANGANGKAT /MANGADOPSI Suatu proses seorang anak (pria atau wanita) masuk dalam keluarga menjadi anak/boru, baik karena belum mempunyai keturunan maupun karena suatu hal. 1. Meminta persetujuan Haha/Anggi dan Ito, serta Hulua-hula(sekandung). 2. Mengurus kelengkapan dari catatan sipil. 3. Mengurus babtisan dari gereja. 4. Melakukan pengukuhan secara adat dihadapan : - Dongan Tubu - Hula – hula dan Tulang - Boru / Bere - Dongan Sahuta - Raja Bius (Parsadaan dan Punguan) 5. Untuk acara pengukuhan Boru (putri) oleh namarmiak-miak, tetapi untuk pengukuhan anak (putra) sebaiknya sigagat duhut, karena kehadirannya. Selain pewaris juga akan menjadi penerus keturunan. Tahapan pelaksanaan : 1. Penjelasan tentang tata cara. 2. Pasahat tudu-tudu sipanganon 3. Hula-hula dan Tulang mangupa / marmeme dan memberi Ulos Parompa 4. Marsipanganon 5. Yang Mangangkat menyerahkan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua undangan (Upa Raja Natinonggo). 6. Pasahat Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada hadirin. 7. Hata Sigabe-gabe. Pasal 7 ULOS HERBANG Ulaos Herbang untuk diberikan ke pihak Paranak pada acara perkawinan Boru Sihombing banyaknya 17 (tujuh belas) lembar, bila ada tambahan/titilan Paranak, tidak boleh lebih dari yang disediakan Sihombing dan Ulos Herbang yang akan diterima pada acara perkawinan anak (putra) Sihombing Banyaknya tidak dibatasi. Dalam menentukan banyaknya Ulos Herbang, hendaknya tetap memperhitungkan waktu penyerahan. Pasal 8 CATATAN/PERHATIAN 1. Pada setiap acara adat pesta perkawinan dan kematian yang berhak menerima dan memberikan adat aníllala anggota yang sudah diadati (beradat). 2. Pada kejadian dukacita (mate) di mana statusnya Sarimatua atau Saurmatua, bila bonannya Sigagat Duhut, tidak boleh lagi dijalankan teken tes. 3. Acara Patua Hata dan Pargusipon, dapat dilaksanakan oleh tingkat Suhu Ompu, tetapi Acara Tonggo Raja/Rai Raja harus sampai tingkat Borsak Sirumonggur. 4. Pesta adat (unjuk) yang oleh karena keterbatasan, hendaknya tetap ulaon Borsak Sirumonggur, karena hanya menambah lebih 5 (lima) undangan. Misalnya mengundang paling sedikit seorang dari masing-masing : Haha Doli Hutagurgur, Anggi Doli Hariara, Raja parhata, Pengurus Parsadaan Borsak Sirumonggur. Pasal 9 PENUTUP 1. Patokan dan aturan adat ini dalam penerapannya tidak boleh menjadi beban pikiran dan menimbulkan kerugian Suhut Bolon. 2. Hal-hal yang berjalan di luar Patokan dan Aturan adat ini,harus dicatat menjadi dokumen Pengurus Pusat dan dilaporkan tertulis ke Dewan Pembina. 3. Patokan dan Aturan adat yang Belum tertuang, akan ditetapkan oleh Pengurus Pusat, setelah disetujui oleh Dewan Pembina. Disempurnakan Dan ditetapkan : di Jakarta Pada tanggal : 23 September 2002 DEWAN PEMBINA BORSAK SIRUMONGGUR JAKARTA & SEKITARNYA Ketua Sekretaris TTD TTD St. Drs. Togap Lumbantoruan Drs. Ronald Marudin Sihombing Disalin sesuai dengan aslinya, 12 Juni 2005 Sekretaris Jenderal Parsadaan Borsak Sirumonggur P.L. Toruan

Silsilah Dan Asal Usul Marga-Marga Batak

Silsilah Dan Asal Usul Marga-Marga Batak dari Si Raja Batak 

Horas...Somba marhula hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru. 
Silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak ("Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987). 

Asal mula marga dari SI RAJA BATAK dan keturunannya. SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu : 
1. GURU TATEA BULAN. 
2. RAJA ISOMBAON.GURU TATEA BULAN 

Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu : 

- Putra : a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh. b. TUAN SARIBURAJA. c. LIMBONG MULANA. d. SAGALA RAJA. e. MALAU RAJA. 

- Putri : 

1. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA. 

2. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON. 

3. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA. 

4. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci). TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN". RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON) RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar : 

a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG. 

b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA. Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK. SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis). Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga bersaudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA menyelamatkan diri dan pergi mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu kembali dengan SI BORU PAREME. SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG. Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN, karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya. SARIBURAJA kemudian berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus. 

SI RAJA LONTUNG, Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu : 

- Putra : 
a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG. b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA. c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN. d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN. e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG. f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG. g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR. 

- Putri : 
a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING. 
b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA. Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA. SI SIA MARINA = SEMBILAN SATU IBU. 
Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO, SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN. Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU. 
Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA. 
Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE. 
Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN. 
Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE. 
Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN. 

SI RAJA BORBOR Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR. Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut : 
1. DATU DALU (SAHANGMAIMA), Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut : a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT. b. TINENDANG, TANGKAR. c. MATONDANG. d. SARUKSUK. e. TARIHORAN. f. PARAPAT. g. RANGKUTI. 
2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR. 
3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP. 
4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG. 
5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN. 
6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG. Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT. LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG. SAGALA RAJA Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA. LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu : a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE. b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA. c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING. d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE. Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK. TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga KeturunannyaTUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu : a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN. b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN. c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON). SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON. SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON. SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON. NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU / OMPU RAJA NABOLON) Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu : a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON. b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA. c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI. d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE). Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung) : a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI. b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU. c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE. d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING. Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN. Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON. Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut : a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA. b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN. c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit. d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad. e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat. NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON. RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK : a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR. b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG. Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS. NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA. TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra. Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) : a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN. b. SI PAET TUA. c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI. d. SI RAJA OLOAN. e. SI RAJA HUTA LIMA. Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) : a. SI RAJA SUMBA. b. SI RAJA SOBU. c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS. Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat. Keturunan TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini. 

Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut : a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN. b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION. c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI. d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE. 

Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut : a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN. b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET. c. PANGARIBUAN, HUTAPEA 

Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut : a. SIHALOHO. b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG. c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI. d. SIDABUTAR. e. SIDABARIBA, SOLIA. f. SIDEBANG, BOLIALA. g. PINTUBATU, SIGIRO. h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL. 

Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut: a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA. b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK. c. BANGKARA. d. SINAMBELA, DAIRI. e. SIHITE, SILEANG. f. SIMANULLANG. 

Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut: a. MAHA. b. SAMBO. c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA. 

Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut: a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO. b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI. 

Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut: a. SITOMPUL. b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS. 

Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut: a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN. b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG. ***DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI) Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut: "Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan", artinya: "Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput; Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji". Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah: a. MARBUN dengan SIHOTANG. b. PANJAITAN dengan MANULLANG. c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL. d. SITORUS dengan HUTAJULU - HUTAHAEAN - ARUAN. e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG. CATATAN TAMBAHAN: 

1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI. 

2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin. 

3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN. 

4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA. 

5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh) 

6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya). 

7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, jadi bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN. Selanjutnya biasanya marga SIAGIAN dari TUAN DIBANGARNA akan bertarombo kembali menanyakan asalnya dan nomor keturunan. Kebetulan saya marga SIAGIAN dari PARPAGALOTE. 

8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut "Siregar Utara", sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut "Siregar Selatan". 

9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi). 

10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) terdapat beberapa padanan marga yaitu: a. BUNUREA disebut juga BANUREA. b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER. c. BARUTU disebut juga BERUTU. d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI. e. MATANIARI disebut juga MATAHARI. f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG. 

11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya. 

12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING. 

13. Jangan keliru (bedakan): a. SITOHANG dengan SIHOTANG. b. SIADARI dengan SIDARI. c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR. d. SARAGI (Batak Toba) tanpa huruf abjad "H" dengan SARAGIH (Batak Simalungun) ada huruf abjad "H". 14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja di pulau Sulawesi. 15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.