tag:blogger.com,1999:blog-32199809621576136602024-02-19T02:47:44.647-08:00BATAKKomunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-29230687023773145732012-02-07T16:24:00.000-08:002012-02-07T16:44:12.405-08:00Adat Dan Budaya Suku Batak<br />
<div style="text-align: center;">
<a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/">Adat dan Budaya Suku Batak</a></div>
<div style="text-align: center;">
http://sejarahsukubatak.blogspot.com</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><b>Punguan Sirajaoloan Palu </b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKBMxcU5zInk5iAFWm5rTe9psDtdwLptJpJeXTXblLjuyCC1oHooxQU7oKfI2OmKB8zsKEJkWleNR_rFSSoSHFsnyaBYCBaAihkyaNWK2C5qF_ftUaPeCgWUca6KTTOX6x-062gXGN9nY/s1600/sro.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKBMxcU5zInk5iAFWm5rTe9psDtdwLptJpJeXTXblLjuyCC1oHooxQU7oKfI2OmKB8zsKEJkWleNR_rFSSoSHFsnyaBYCBaAihkyaNWK2C5qF_ftUaPeCgWUca6KTTOX6x-062gXGN9nY/s320/sro.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<span class="post-count" dir="ltr"></span><div id="ArchiveList">
<div id="BlogArchive1_ArchiveList">
<ul class="hierarchy">
<li class="archivedate expanded"><ul class="hierarchy">
<li class="archivedate expanded"><ul class="posts">
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/hubungan-suku-batak-dengan-kanjeng-ratu.html">Hubungan suku batak dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro K...</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/legenda-pulau-si-mardan.html">Legenda Pulau si MARDAN</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/turi-turian-sidolok-mardongan.html">Turi-turian Sidolok Mardongan</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/raja-biakbiak.html">Raja Biakbiak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/tunggal-panaluan-di-halak-batak.html">Tunggal Panaluan di Halak Batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/pahlawan-suku-batak.html">Pahlawan Suku batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/turi-turian-suku-batak_18.html">Turi-turian Suku Batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/siboru-natumandi.html">Siboru Natumandi</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/turi-turian-putri-nai-manggale.html">Turi-turian Putri Nai Manggale</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/turi-turian-suku-batak.html">Turi-turian Suku Batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/poda-sipaingot.html">Poda Sipaingot</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/perhitungan-waktutingki-suku-batak.html">Perhitungan waktu(tingki) suku Batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/beberapa-umpama-umpasa-suku-batak.html">Beberapa Umpama-Umpasa Suku Batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/adat-istiadat-suku-batakruhut-ni-adat.html">ADAT DAN BUDAYA SUKU BATAK</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/asal-usul-marga-orang-batak.html">asal usul marga orang batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/penyebaran-agama-ke-suku-batak.html">penyebaran agama ke suku batak</a></li>
<li><a href="http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/sejarah-suku-batak.html">sejarah suku batak</a></li>
</ul>
</li>
</ul>
</li>
</ul>
</div>
</div>
<a href="http://adat%20dan%20budaya%20suku%20batak/" target="_blank"></a>Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-901846450553178832012-02-02T17:31:00.002-08:002012-02-02T17:31:26.244-08:00Gondang Batak dan Pemahamanya<h1 class="entry_title">
<span style="font-size: large;">Gondang Batak dan Pemahamanya</span></h1>
Gondang batak, salah satu karya seni musik batak yang sangat kaya
dan menjadi kekaguman bagi dunia. Repertoarnya yang beragam memenuhi
segala kebutuhan seni yang digunakan untuk beragam kegiatan seperti
pada upacara keagamaan, adat dan hiburan.
<br />
Modernisasi telah menggempur sendi kebesaran Gondang Batak. Kita
hanya bisa melihat alat kesenian itu dimainkan dengan versi modern,
repertoar gondang batak yang asli sudah jarang dimunculkan.<br />
Pargonsi, pemain gondang batak muda tidak lagi mementingkan
penguasaan ragam gondang batak, karena pada umumnya masyarakat batak
lebih menginginkan irama modern seperti nyanyian bahkan dangdut.<br />
Seniman tua gondang batak saat ini di toba pun sudah jarang
memunculkan ragam gondang batak itu karena ketidakmampuan masyarakat
mengenalinya.<br />
Saat dimulai pendokumentasian gondang batak, sebagian yang masih
diingat nama gondang itu dilakukan pengkajian makna dan pengertian
judulnya. Walau agak sulit, akhirnya dapat direka pengertiannya ketika
gondang itu dari awal tercipta, dimainkan, diminta dan diaplikasikan
pada saat manortor.<br />
Beberapa gondang yang dapat saya simpulkan atas kerjasama dengan
para pargonsi, tersusun menjadi narasi singkat untuk memudahkan
pemahaman kita akan makna dasar dari gondang itu dibuat dan digunakan.<br />
<br />
<strong> </strong><br />
<strong>GONDANG</strong><br />
<strong>MULA MULA</strong><br />
Semula Dia sudah ada, dan Dia memulai ada. Ada dunia, jagad raya
beserta isinya, Ada bumi dengan manusia bersama mahluk pendampingnya.
Dia Mula Jadi, Mula Tempah, mula dari segala sesuatunya yang semuanya
harus tunduk kepadaNya.<br />
<em>(Gondang ini umumnya dimainkan saat mengawali acara “mamuhai
ulaon” oleh hasuhuton. Sebelum “hasuhuton meminta Mula-Mula, pargonsi
lebih dulu memainkan uantaian 7 gondang secara medley yang disebut
“sipitulili”)</em><br />
<br />
<strong>MULA MULA II (Paidua ni mula2)</strong><br />
Dia diberi anugerah oleh Mula Jadi. Dia diberi kewenangan mengelola
bumi untuk pemenuhan kalangsungan hidupnya. Dia memulai karya dan
usaha. Dia yang pintar menuturkan sembah “Deak Marujar”. Dia yang
pintar menuturkan ilmu pengetahuan “Deak boto-botoan”. Dia yang pertama
menghadapi tantangan, kegelisahan, tangis dan gembira. Dia mengajarkan
cinta sesama. Dia yang pertama memohon ampun kepada penciptanya. Dia
yang pertama menuturkan sembah sujud kepada yang empu-nya, Mula Jadi
yang maha besar.<br />
<em>(Deak Parujar adalah Dewi pertama yang menjadi manusia pertama
menghuni bumi, begitulah kepercayaan batak dulunya. Dialah yang memohon
dan mengkreasi planet earth ini diantara planet-planet yang sudah ada
menjadi huniannya setelah memutuskan mmenisah diri dari dunia dewata.
Dia adalah memulai selanjutnya untuk kreasi hidup di planet yang dihuni
manusia ini)</em><br />
<br />
<strong>SIHARUNGGUAN</strong><br />
Jadilah manusia yang dicinta, pintar, bijak dan bestari. Yang
memberi pencerahan hingga didekati, yang memberi kehidupan hingga
ditemani. Yang memberi tuntunan hingga diikuti. Yang melakukan
pembelaan dengan keadilan hingga percayai. Dibelakang, dia ditunggu,
didepan dia dikejar, ditengan dia dikerumuni.<br />
<em>(Harungguan, adalah tempat berkumpul. Pekan disebut juga
harungguan. Siharungguan artinya yang dikerumuni. Ini merupakan
idealismenya pemimpin batak)</em><br />
<br />
<strong>SIDABU PETEK</strong><br />
Demokrasi baru muncul di tanah batak. Pemimpin yang dulunya muncul
berdasarkan karakter harajaon, pemimpin alam, berobah dengan menjagokan
diri dan siap untuk dilakukan voting.<br />
Petek, merupakan koin suara yang dimasukkan kedalam kotak suara dan
selanjutnya dihitung. Mulai muncul rasa cemas, menang atau kalah. Butuh
kesiapan mental, menerima kedua resiko.<br />
Kalah, harus diterima menjadi kewajaran, walau tidak dapat
dipungkiri akan muncul rasa kecewa. Hanya yang berjiwa besar yang dapat
menerima kekalahan dan mengakui kemenangan kepada saingannya.<br />
<em>(Berdasarkan pengalaman Panuhari, seorang pargonsi yang ikut
pemilihan kepala kampung di salah satu wilayah di Samosir. Dia
menggambarkan gejolak antara semangat dan kecemasan mengawali
penyertaannya. Fakta, dia harus menerima kekalahan dengan berlapang
dada walau diawali dengan rasa kecewa.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>SIBUNGKA PINGKIRAN</strong><br />
Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan. Kehilangan akan menimbulkan
kesedihan. Larut dalam duka akan menenggelamkan semangat perjuangan.<br />
Selagi masih dapat berpikir, mari memulai. Selagi masih memiliki
kaki, mari berdiri. Ayunkan selangkah hingga kamu dapat berlari.<br />
<em>(Sibungka Pingkiran, adalah mengajak manusia untuk tidak
tenggelam dalam kegagalan. Mengajak bergerak dinamis dengan
mengutamakan kecerdasan, mampu menganalisa dan tepat membuat keputusan.)</em><br />
<br />
<strong>HOTANG MULAKULAK</strong><br />
Hidup adalah perjalanan. Ke depan adalah tujuan. Namun dalam
menempuh perjalanan itu tak pelak kadang harus melewati awal
keberangkatan, meninggalkan, berkeliling. Tanpa disadari, tanpa
dilakukan penghitungan, manusia sudah melakukan perjalanan menuju
kedepan namun berulang melintasi titik keberangkatan.<br />
<em>(Hotang, adalah rotan yang tumbuh menjalar melalui tanah,
ranting pohon lain, membelit berkeliling hingga melilit batang awalnya.
Perjalanan jauh kemungkinan besar akan kembali ke asalanya. Hati yang
menjauh juga diharapkan akan kembali kepada untaian kasih yang sempat
tertinggal dan terabaikan)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>ALIT-ALIT </strong><br />
Hidup bagaikan melintasi hutan belantara. Setiap persimpangan harus
diingat dan dibuat tanda arah ke tujuan yang akan dicapai. Kelengahan
membaca dan mengingat pertanda menentukan arah akan menyesatkan
perjalanan, menghabiskan waktu dan melelahkan.<br />
<em>(Alit-alit, diciptakan Aman Jabatan seorang pargonsi dari
Samosir berdasarkan pengalamannya yang tersesat dalam perjalanan. Yang
seogianya ditempuh dalam 2 jam, dia tersesat selama satu hari.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>BINTANG SIPARIAMA</strong><br />
Bintang Sipariama sudah muncul. Masa panen pun menjelang. Semangat
semakin bergelora, dibarengi kesibukan berbagai persiapan. Kebersamaan
pun digalang untuk melakukan panen bersama, “siadap ari” bergantian
memetik padi. Tidak ada guna rebutan jadwal, karena kematangan padi
yang menentukan. Kegentingan hidup selama “haleon” pacekelik mencair,
seraya mengucap syukur kepada Maha Kasih.<br />
<em>(Bintang Pari, adalah pertanda dalam hitungan bulan batak
“sipahatolu”. Pada saat itu musim panen mulai marak di Toba. Bila tidak
memiliki hasil panen pada bulan ini disebutkan kelaparan di musim
panen “anturaparon di sipahatolu, atau anturaparon di sipariama.
Biasanya dilontarkan kepada yang malas bekerja dan selalu mengemis
menyambung hidup.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>BINTANG NAPURASA</strong><br />
Gemerlap cahaya bintang napurasa akan memerikan keindahan dalam
hiasan langit malam. Gemerlap bintang adalah kodratnya yang hanya bisa
dilihat di saat kelam. Gemerlap Bintang Napurasa tidak abadi setiap
malam. Bila gemerlap datang dan menghilang ingatlah kepada bintang
dilangit. Tak selamanya keinginan menjadi kebutuhan. Tak selamanya
kebutuhan diukur dengan gemerlap.<br />
<em>(Bintang Napurasa adalah yang nampah jelas menjelang pagi hari.
Kecemerlangan seseorang diibaratkan seperti bintang bersinar terang.
Kecemerlangan adalah idaman setiap orang, namun ada sebagian masih
dalam harapan sehingga lebih sering menjadi pengagum kecemerlangan
orang lain)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>HATA SO PISIK</strong><br />
Memikul muatan berat, bila lelah, istirahat adalah kesempatan
pemulihan tenaga. Bila beban itu ada dalam pemikiran, adalah mustahil
dapat diringankan dengan istirahat fisik, karena akan selalu muncul tak
beraturan menjadi beban dalam pemikiran.<br />
Seorang pemimpin kadang harus menyimpan rahasia yang tidak dipublikasikan kepada masyarakat untuk mencegah konflik.<br />
<em>(Gondang ini terinspirasi oleh Sisingamangaraja I ketika
menerima amanah dari Raja Uti untuk tidak menyebutkan wujud fisik
beliau. Tanda dari perjanjian itu kepada Sisingamangaraja I diberi
tabutabu siratapullang, sian i ro tusi sumuang molo diose padan. Di
tengah perjalanan saat Sisingamangaraja istirahat, beliau terkenang dan
dalam hati menyebut wujud dari raja Uti. </em><em>Beliau terkejut, dan tabutabu sitarapullang pun menghilang.</em> <em>Gondang
ini lajim dipinta oleh para Raja untuk mengenang beban tugas mereka
dan banyaknya rahasia yang harus dipendam namun harus diselesaikan
dengan bijaksana. Irama gondang ini sangat beda dengan gondang
“Marhusip” yang sering disebut selama ini Hata So Pisik.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>ALING-ALING SAHALA</strong><br />
Para Raja di kalangan Batak tempo dulu sangat menjaga etika moral,
hukum dan adat istiadat. Kapasitasnya dalam menegakkan kebenaran di
masyarakat adalah wujud dari kehormatan (hasangapon) dan menjunjung
kewibawaan (sahala) pada diri mereka.<br />
Bila nilai tak dapat dipertahankan maka “sahala” (karisma) akan
ambruk. Ibarat tanduk yang tercabut dari kepala. Penyesalan tiada guna.<br />
Para Raja Batak dulu mengalami degradasi dengan masuknya peradaban
modern melalui penjajahan dan missi agama. Kewibawaan mereka dicabut,
perilaku mereka dipandang sesat. Keturunan mereka satu persatu mulai
menjauh.<br />
Duka dihatinya tak ditangiskan. Keterpurukan wibawanya bukan karena
kesalahan. Sahala mereka mulai menjauh. Mereka berseru melalui gerakan
tari diiringi irama; “Mengapa ini harus terjadi?.<br />
<em>(Aling-aling Sahala, diartikan sebagai mengenang/memanggil
kembali karisma diri mereka yang hilang dan permohonan maaf kepada
Pencipta yang memberikan derajat kehormatan itu (dulu) kepada mereka.)</em><br />
<br />
<strong>RAMBU PINUNGU</strong><br />
Kehidupan penuh dengan keanekaragaman. Manusia memiliki pahala
masing-masing dan sifat berbeda dalam menjalankan kehidupannya. Bagi
seorang pemimpin adalah pekerjaan penuh kecermatan dalam mempersatukan
masing-masing perbedaan karakter manusia. Mereka butuh kebijaksanaan
dan ilmu pengetahuan untuk mampu mengemban tugas mulia, mempersatukan
derap langkah masyarakat dalam kedamaian, kerukunan dan ketaatan dalam
hukum.<br />
<em>(Rambu, adalah untaian pada ujung ulos. Pinungu, artinya
dihimpun. Para raja dikalangan batak biasanya menggunakan “talitali”
ikat kepala lambang kebesaran yang disebut “tumtuman”. Dari kain hitam
yang kedua diujungnya ada rambu warna merah.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>BINDU MATOGA</strong><br />
Aku tanpa kamu tidak berarti. Kamu tanpa aku apakah ada arti? Kamu,
aku dan dia adalah kita. Kita bersama memadu pikir demi kepentingan
kita dan mereka. Hidup kita bangun, semangat kita galang, setiap sisi
kita hempang dari serangan. Selamatkan jiwa dari tindakan buruk orang
yang tidak sejalan. Lindungi diri dari serangan penyakit yang
membahayakan. Lakukan kajian dimana sisi lemah yang dapat
menghancurkan.<br />
Kita adalah sama. Karena bersama kita tegar “toga”. Dalan semua
sudut, sisi, waktu, kita catat dalam “bindu” halaman kerja, apa yang
sudah kita buat dan apa yang masih perlu dilakukan tindakan. Semua demi
keutuhan dan kebersamaan.<br />
<em>(Bindu Matoga. Digambarkan dengan garis segi empat bertajuk
delapan sesuai dengan mata angin. Digambarkan sebagai penguasaan semua
system alam dengan mencegah hal buruk yang dapat merusak keutuhan dan
kesehatan. Nujum bindu matoga sering dilakukan peramal untuk mengetahui
dari mana kemungkinan datangnya musuh, penyakit apa yang mungkin
muncul. Tindakan apa yang harus dilakukan mengatasi masalah demi
kesejahteraan masyarakat.)</em><br />
<br />
<strong>SIDOLI NATIHAL</strong><br />
Masa muda bagi seorang pria penuh dengan gairah. Mulai memasuki area
kompetisi menunjukkan eksistensi seorang perjaka. Mereka berekspresi
penuh dengan tingkah polah untuk mendapat perhatian publik dan lawan
jenisnya. Dengan dorongan sifat dinamis untuk mendapat pengakuan.
Kadang, mereka salah dalam tingkah laku kemudaannya.<br />
<em>(Biasanya diperdengarkan saat Gondang Naposo dimana para pria menari menunjukkan kebolehannya penuh dengan gaya.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>TANDUK NI HORBO PAUNG</strong><br />
Seseorang yang memiliki kehormatan, adalah yang memegang teguh etika
moral dan taat hukum. Dia terkontrol oleh penghormatan kepada dirinya
itu dalam semua sikap dan perilakunya. Rambu ini membatasi kebebasan
dirinya dalam setiap kesempatan, ibarat kerbau yang bertanduk panjang
menjalani lorong sempit. Lolos dalam perjalanan yang penuh tantangan
dan godaan adalah kemenangan baginya.<br />
<em>(Nama gondang ini dulunya disebut juga PARDALAN NI HORBO
SISAPANG NAUALU. Seekor kerbau yang bentang tanduknya panjang sekitar
satu meter. Lorong sempit yang disebut balubu atau bahal adalah
lintasan segala ternak ke perkampungan. Kerbau itu kadang kesulitan
akibat sempitnya lorong atau adanya dahan yang menjorok ke bahal.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>LILIT TU METER</strong><br />
Kecerdasan dan intelektual Batak sudah teruji sejak jaman dahulu
kala. Pertanda dari kecerdasan mereka itu dapat kita lihat dengan
bangunan rumah adat, gorga dan ulos. Mereka melakukan pengukuran dengan
istilah “suhat” untuk panjang dan tinggi “lilit” untuk mengukur
lingkaran.<br />
Dengan datangnya alat ukur “meter” mereka semakin terbekali dan
mendapatkan keseragaman ukuran. Ketika meter kayu digunakan, mereka
kebingungan saat mengukur diameter karena tidak dapat melilit seperti
kebiasaan mereka. Hingga mereka melakukan ukuran kepada tali kemudian
mereka melakukan pengukuran dengan melilit.<br />
Apa yang mereka hasilkan hanya dengan pengukuran “suhat” dan
“lilit”? Apa perbedaan setelah menggunakan meter? Semua konstruksi,
petakan sawah, saluran irigasi, planologi perkampungan yang mereka
ciptakan sebelum mengenal meter saat ini masih abadi.<br />
<em>(Pendidikan modern hanya penambahan bekal intelektual mereka.
Ini membuktikan bahwa mereka mampu beradaptasi dengan perkembangan
tanpa harus menyebut mereka “bodoh, tertinggal, primitive” sebelum
pendidikan formal hadir.)</em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>TUKTUK HOLING</strong><br />
Beragam lambang kebanggaan manusia sejak muda hingga tua. Orang tua
batak biasanya makan sirih. Bila gigi sudah makin lemah hati mengeluh,
mereka butuh alat penumbuk sirih. Alat penumbuk dikenal setelah
datangnya logam yang dibuat khusus menumbuk sirih. Kadang alat penumbuk
itu dibuat beragam variasi yang indah dengan material tembaga dan
perak. Ada juga yang menempahkan dengan lilitan penghias dari emas.
Mereka membanggakan peralatan itu layaknya seperti perhiasan.<br />
Alat penumbuknya dibuat dari besi tembaga keras yang kelak menghentak keras bagaikan patukan burung berparuh besi.<br />
<em>(Tutuk Holing, adalah nama burung yang berparuh keras yang dapat
melobangi batang kayu keras untuk membuat sarang dan dan mencari
makanan.) </em><br />
<br />
<strong>PARSOLUBOLON </strong><br />
Hidup adalah perjuangan. Perjuangan tidak luput dari tantangan.
Kebersamaan adalah pengumpulan kekuatan. Kesepahaman adalah akselerasi
keragaman potensi diri dalam menjalankan misi bersama untuk sampai di
tujuan.<br />
<em>(Solubolon, adalah sampan besar yang muat sekitar 12 orang.
Parsolubolon adalah mereka yang sedang mengarungi perairan dengan
sampan besar itu. Mereka memiliki pedoman dasar “masihilalaan” tenggang
rasa. Bila pengendali kemudi tidak pintar, pengayuh akan kewalahan.
Sebaliknya bila pengayuh tidak pintar, maka pengayuh lainnya akan
kelelahan dan pengemudi akan repot. </em><em>Akselerasi potensi “parsolubolon” akan mampu menghindari bahaya dari serangan ombak.)</em><strong> </strong><br />
<br />
<strong>SAPADANG NAUSE</strong><br />
<strong> </strong>Panganan utama orang batak adalah nasi yang
terbuat dari beras berasal dari padi. Bila hasil panen mencukupi bekal
satu tahun maka kekhawatiran pun sirna.<br />
Bila bekal padi tidak mencukupi maka sapadang yang tumbuh liar di ladang pun dipetik.<br />
Tidak ada kata kelaparan bila bijak mengolah hidup. Tidak ada yang
hina bila kenyang makan tanpa beras. Ubi dan Sapadang adalah jalan
keluar dari kemelut ketersediaan bekal beras yang terbatas.<br />
<em>(Sapadang adalah tumbuhan mirip gandum biasanya tanamn liar.
Sapadang Nause adalah bijian yang bernas dan tua yang memberikan
semangat bagi yang menemukannya. Sapadang diolah dengan telaten dan
dimasak hingga nikmat dimakan sebagai pengganti nasi yang terbuat dari
beras.</em> <em>Nause tidak mengandung pengertian “tumpah, berhamburan” tapi “sesak, padat, bernas, keluar dari” dalam kulitnya.)</em><strong> </strong><br />
<br />
<strong>SEKKIAN TALI MERA</strong><br />
<strong> </strong>Judi kadang membahagiakan, namun lebih banyak
berdampak kesusahan. Senang saat permainan dijalankan, tapi kerugian
bila menuai kekalahan. Mereka menghayal akan menang, mengharap mendapat
giliran “ceki” penentu kemenangan. Bila kartu penentu warna merah
muncul, hentakan kegembiraan muncul.<br />
Pengalaman para penjudi selalu menyimpulkan, lebih besar kesusahan
daripada kebahagiaan dari permainan judi. Badan tersiksa, pekerjaan
terlantar, harta benda tergadai.<br />
<em> </em><br />
<em>(Bedasarkan pengalaman penjudi kalangan masyarakat Batak jaman
dulu yang selalu menghimbau agar terhindar dari ketagihan permainan itu
dan bekerja dengan giat adalah yang terbaik.)</em><br />
<br />
<strong>TORTOR</strong><br />
Tortor adalah gerakan tubuh mengiringi atau diiringi irama gondang.
Pemahaman makna gondang dan untaian irama bagi yang pandai menggerakkan
tubuh akan menghasilkan tortor yang indah.<br />
Tortor batak sangat individual, merupakan ritual kehidupan menjadi
persembahan kepada publik, lingkungan dan penciptanya. Jelas bukan
merupakan hiburan.<br />
Dari gerakan tortor, seseorang dapat melakukan komunikasi dengan
publik, misalnya bila seseorang mengangkat tangan dan menunjukkan satu
jari tangan kanan dan mengepal jari tangan kiri, artinya dia hanya
memiliki seorang putra. Bila seorang penari meletakkan tangan keduanya
diatas pundak, artinya semua anaknya dan perilaku anaknya serta
kehidupannya masih menjadi beban dan tanggungjawab yang masih dipikul.
Bila seorang penari menyilangkan tangan di dada, artinya dia sering
menjadi sasaran cemohan, sering mendapat hambatan dan permasalahan
lainnya. Bila seorang penari meletakkan kedua telapak tangan diatas
kepala, artinya dia mohon perlindungan, belas kasihan dari manusia dan
penciptanya.<br />
Bila kedua tangan dirapatkan dipinggang dan telapak tangan dikepal
mengarah kebelakan, artinya masih banyak rahasia hidupnya yang belum
duberitahukan kepada orang lain.<br />
Bila seseorang penari merentangkan tangan kekiri dan kekanan dengan
telapak tangan terbuka kesamping artinya anak-anaknya semua atau
sebagian besar sudah sudah mandiri dan menempati ruang yang luas di
penjuru desa.<br />
<br />
Bila seseorang merentangkan tangan kedepan dengan telapak tangan
terbuka dan tangan kiri ditutupkan diperut, artinya menghimbau
datangnya rejeki atau bantuan kerjasama untuk keberuntungan kepadanya.
Bila tangan kiri rapat didada dan telapak tangan terbuka artinya dia
menghimbau dengan tebuka menciptakan persahabatan dan kerukunan.<br />
Bila tangan kanan dijulurkan kedepan dan telapak tangan duarakan
juga kedepan serta tangan kiri ditutupkan di dada artinya mohon
dihentikan segala perbuatan yang mencemari merugikan kepada dirinya.<br />
Bila kedua tangan diarahkan kedepan dan telapak tangan terbuka
keatas serta sering dilipat menutup artinya ajakan mari bersama-sama
ajakan kepada semua untuk menari bersama, menjalin persahabatan dan
mempererat persaudaraan.<br />
Ini baru sebagian dari apa yang dipahami para ibu tua yang memahami tortor batak.<br />
Pakem tortor batak dan pemaknaannya akan kita ulas kemudian setelah penelitian yang lebih dalam.<br />
<br />
<strong>KREASI TORTOR DAN GONDANG</strong><br />
Ketika tortor telah menjadi hiburan, para penari dalam pesta adat
pun tidak karuan lagi menunjukkan lenggak lenggoknya. Kadang melampaui
tata krama tradisi adat batak, tentang kesopanan, kesantunan dan
kehormatan. Setelah maraknya musik eropah mengiringi tortor pada pesta
adat batak, <em>pakem</em> pun menjadi hilang, pemahaman gondang yang sebenarnya tidak lagi berkembang, bahkan sebaliknya yang terjadi.<br />
Kreasi tortor untuk hiburan diupayakan keseragaman gerak. Ini memang
menjadi bagian dalam seni pertunjukan. Generesi muda cenderung hanya
melihat tortor hiburan dan tidak pernah lagi menyaksikan tortor yang
sebenarnya yang dilakonkan para panortor yang sebenarnya.<br />
Manortor dengan benar kadang dituding kesurupan. Kebodohan menjadi
peluru peluru penumpas kebenaran. Tortor batak semakin erosi, seiring
dengan hilangnya pemaknaan gondang batak itu.<br />
<blockquote>
Pernah (bahkan sampai saat ini) Gondang batak dirtuding
sebagai ensambel untuk pemujaan berhala. Alat untuk memanggil roh orang
meninggal. Panortor yang sering kesurupan.<br />
Pada jaman Belanda, atas rekomendasi mission, gondang batak
dilarang. Kemudian diberi kelonggaran untuk pesta adat dengan perijinan
yang ketat. Penerapan ijin ini sempat berlangsung lama hingga masuknya
musik barat. Musik barat untuk pesta adat tidak perlu mendapatkan
ijin. Pada jaman kemerdekaan, gondang batak justru tersudut karena
melanjutkan perlakuan ijin dalam kurun waktu lama.<br />
Begitu dalamnya penistaan terhadap gondang batak, seiring itu pula
keengganan orang batak untuk melakukan aksi penggalian nilai gondang
batak itu. Banyak yang melakukan penelitian sebatas untuk tesis
keilmuan, tapi belum banyak yang menemukan “roh”nya karena
dilatarbelakangi refrensi <em>keberhalaan</em> gondang batak itu.</blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>Monang Naipospos<br />
www.tanobatak.wordpress.com</em></blockquote>Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-2521278213506160372012-02-02T17:08:00.001-08:002012-02-02T17:13:32.296-08:00Gondang<b><span style="color: white; font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 14pt;">GondangGOAR-GOAR
NI GONDANG - GONSI BATAK TOBA</span></b><br />
<div align="center" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYwSZp0VM1_EBmnw9MNvyIruioilmul8pBspQv_2N8DOdHOgzbgDCQAJj5C7xV31DOzflvqlULS274WHPwdhNTEikEsLgTCneh8lYTDBJA9Fkj7wjBbCDjWv_NW-8lo-RlK5WQJj_CUvs/s1600/gondang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYwSZp0VM1_EBmnw9MNvyIruioilmul8pBspQv_2N8DOdHOgzbgDCQAJj5C7xV31DOzflvqlULS274WHPwdhNTEikEsLgTCneh8lYTDBJA9Fkj7wjBbCDjWv_NW-8lo-RlK5WQJj_CUvs/s1600/gondang.jpg" /></a></div>
<span class="style21"><span style="font-size: 10pt;"> <b><span style="font-size: large;"> </span></b></span></span><br />
<span class="style21"><span style="font-size: 10pt;"><b><span style="font-size: large;"> Goar goar GONDANG</span></b></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="style21"><span style="font-size: 10pt;"> </span></span><span class="style21"><span style="font-size: 14pt;">GONDANG NAPITU :</span></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
1. Gondang mula-mula<br />
2. Gondang
somba-somba<br />
3. Gondang
sampur marmeme<br />
4. Gondang
didang-didang<br />
5. Sampur
marorot<br />
6. Gondang simonang-monang<br />
7. Gondang
sitio-tio</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 0cm; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 29.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: -29.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> Gondang napitu
on dipangido hasuhuton ditingki mambuat tua ni gondang. Mangihuthon
hatorangan ni angka natua-tua ndang apala sipangidoon ni suhut gondang
hasahatan, Raja panggohi do mangido i. </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
<b>GONDANG TU MULAJADI TARINGOT TU PANOMPANA DIHASIANGAN </b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><b> DOHOT HAJOLMAON :</b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
8. Gondang Debata Mulajadi<br />
9. Gondang
Debata Guru<br />
10. Gondang Debata Asi-Asi</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
11. Gondang Mula Jadi<br />
12. Gondang mula horas<br />
13. Gondang mula iang<br />
14. Gondang mula paningaon<br />
15. Gondang mula songti</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> <b>GONDANG PANGIDOAN NI HARAJAON HAGABEON DOHOT </b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><b></b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><b> PARHORASAN :</b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><b></b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
16. Gondang siatur maranak<br />
17. </span><span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Gondang siatur marboru<br />
18. Gondang siatur
marpahompu<br />
19. Gondang siatur marnini
marnono<br />
20. Gondang siatur mar
ondok-ondok indik-indik<br />
21. Gondang namarhaha
maranggi<br />
22. Gondang sibane-bane<br />
23. Gondang saurmatua<br />
24. Gondang saudara<br />
25. Gondang harajaon<br />
26. Gondang satahi saoloan<br />
27. Gondang amana/boruna<br />
28. Gondang parjugia
sopipot<br />
29. Gondang paramak sobalon
on<br />
30. Gondang parrambuan so
ra mahiang<br />
31. Gondang siantan
sidabuan siboto buhu ni taon<br />
32. Gondang siapul na
tangis sielek na mardandi<br />
33. Gondang sahala
pangajari/panuturi<br />
34. Gondang sidas-das boru
muli<br />
35. Gondang siapoi anak
mangoli<br />
36. Gondang olop-olop<br />
37. Gondang rompulima
hotang marulak<br />
38. Gondang mangaliat<br />
39. Gondang sunini ampang
naopat<br />
40. Gondang tarsingot
tusahala dohot napinarsahalaan ni mula jadi<br />
41. Gondang batara guru (tuhan
debata)<br />
42. Gondang bala bulan<br />
43. Gondang debata sori<br />
44. Gondang sori mangaraja<br />
45. Gondang sorba di banua<br />
46. Gondang sibagot ni
pohan<br />
47. Gondang sariburaja<br />
48. Gondang siraja biak-biak<br />
49. Gondang puraja
bonang-bonang<br />
50. Gondang sijonggi raja
pareme<br />
51. Gondang Simarimbulubosi<br />
52. Gondang Singamangaraja<br />
53. Gondang patuan nagari
patuan anggi<br />
54. Gondang Sagala raja<br />
55. Gondang Silahisabungan<br />
56. Gondang pagar ni aji<br />
57. Gondang Nairasaon<br />
58. Gondang dung dang
soaloon mataniari sosuharon<br />
59. Gondang Raja Buntal<br />
60. Gondang Raja Uti<br />
61. Gondang Raja Mangalambung<br />
62. Gondang sipongki
nangolngolan<br />
63. Gondang tuan ni api<br />
64. Gondang sijonggi
paok-paok<br />
65. Gondang sijonggi bujur<br />
66. Gondang tuan jori ni
tangan<br />
67. </span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Gondang
tampar dasar<br />
68. Gondang pangurason<br />
69. Gondang pane nabolon<br />
70. Gondang pusuk buhit<br />
71. Gondang sianjur
mula-mula<br />
72. Gondang simanuk-manuk<br />
73. Gondang dolok surungan<br />
74. Gondang dolok tolong<br />
75. Gondang banua holing<br />
76. Gondang naga baling<br />
77. Gondang padoha<br />
78. Gondang taringot boru
(naung dianggap dewi)<br />
79. Gondang siboru deak
parujar<br />
80. Gondang si boru donda
hatahutan<br />
81. Gondang siboru saniang
naga dilaut<br />
82. Gondang si boru
Naipospos<br />
83. Gondang siboru daeng
namora<br />
84. Gondang siboru parmual
sitio-tio<br />
85. Gondang siboru pinta
maomasan<br />
86. Gondang siboru saroding<br />
87. Gondang siboru
parhorasan<br />
88. Gondang siboru pareme<br />
89. Gondang boru nasindar
dolok<br />
90. Gondang siboru tumbaga<br />
91. Gondang siboru lopian
nauli<br />
92. Gondang sipiso somalim<br />
93. Gondang situan jori ni
tangan<br />
94. Gondang siboru tapiomas
palangki</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> <b>GOAR GOAR NI GONDANG NAPOSO
BULUNG :</b></span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
95. Gondang siburuk</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
96. Gondang sibane doli<br />
97. Gondang sitapitola<br />
98. </span><span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Gondang siboru illa-illa<br />
99. Gondang siboru enggan<br />
100. Gondang siboru sanggul
miling-iling<br />
101. Gondang sibunga
jambu </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> 102. Gondang
pinasa sidung-dungon<br />
103. Gondang sibintang purasa<br />
104. Gondang silote dolok<br />
105. Gondang alit-alit aman jabatan<br />
106. Gondang marhusip<br />
107. Gondang parhabang ni siruba<br />
108. Gondang sahali tuginjang sahali
tutoru<br />
109. Gondang tohur-tohur ni bajar-bajar
langit somatombuk tano </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> <b>Somagang-gang</b><br />
110. Gondang pidong patia raja<br />
111. Gondang pidong imbulu buntal<br />
112. Gondang anduhur titi, anduhur tabu<br />
113. Gondang sipitu dai<br />
114. Gondang ni pargonsi sisia sauduran
pulik pulik pandohan.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm;">
<span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">
<b>GOAR GOAR NI GONDANG MONSAK : </b></span></div>
<span lang="SV" style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> 115. Gondang
haro-haro mandailing<br />
116. Gondang silima-lima ni hurlang<br />
117. Gondang siratutuslimapulu<br />
118. Gondang tongging<br />
119. Gondang ni napuran silima
sabobohan sisada haroburan</span><br />
<br />
<div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0cm 9.75pt 0.0001pt 8.25pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Narasumber
: P. SITORUS </span></b></div>
<div align="center" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 8.25pt; margin-right: 9.75pt; margin-top: 0cm; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;">[Pargonsi
sian Parsambilan Kec. Silaen] </span></b></div>Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-73932688590445537182012-01-20T00:34:00.000-08:002012-01-20T00:34:37.814-08:00PERNIKAHAN ADAT BATAKPERNIKAHAN ADAT BATAK<br />
<br />
Perakwainan adat Batak bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban”
memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.
Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.
Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu.
Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan
Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya
jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi
“namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah terjadi dua kali di Batam, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu
Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya<br />
<br />
URUTAN KEGIATAN<br />
<br />
BAGIAN I > PRA NIKAH
Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan.
A. Perekenalan dan bertunangan.
Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya.
B. Patua Hata.
Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum, melamar secara resmi.
C. Marhori-hori dinding.
Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut.
D. Marhusip.
Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung.
E. Pudun Saut.
Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan adat/makanan namargoar.
Catatan:
Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip.
Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah
1. Sinamot.
2. Ulos
3. Parjuhut dan Jambar
4. Alap Jual atau Taruhon Jual)
5. Jumlah undangan
6. Tanggal dan tempat pemberkatan.
7. Tatacara.
(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut).<br />
<br />
BAGIAN II > UNJUK ATAU ACARA ADAT PERNIKAHAN
Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.<br />
<br />
A BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN
1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan
2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton
3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon.
4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan.
5. Suhut naniambangan, suhut yang datang
6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut
7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Tobing dan Batubara).
8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Tobing dan boru Batubara).
9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya.
10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah) .
11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya.
12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak
13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat
itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro.<br />
<br />
B PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT (Contoh Acara di Tempat Perempuan)
Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW
Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
Suhut Pihak Wanita = SW
Suhut Pihak Pria = SP
I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan
hula-hula dan tulang
II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula
III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut
satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dar
Hula-hula Simorangkir
1.Hula-hula, ……
2.Tulang, …….
3.Bona Tulang, …..
4.Tulang Rorobot, …..
5.Bonaniari, ……
6.Hula-hula namarhahamaranggi:
-a …
-b….
-c….
dst
7.Hula-hula anak manjae, ….. ,
dengan permintaan agara mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula
Simorangkir
IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III ,
bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran
Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama.
Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang
pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III.
V. MENERIMA KEDATANGAN SUHUT PARANAK (SP).
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.
1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap
menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya .
6. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki
ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu:
1. Hula-hula, ….
2. Tulang, …..
3. Bona Tulang, ….
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari , …..
6. Hula-hula namarhaha-marnggi:
- a…….
- b…..
- c……..
- dst
7. Hula-hula anak manjae…..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan
urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR Batubara (Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).<br />
<br />
C MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT.
(Tudu-tudu Ni Sipanaganon)
Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar.
Tanda Makanan Adat
(Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau)
Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada
SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang
dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW
dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.<br />
<br />
D MENYERAHKAN DENGKE/IKAN OLEH SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.<br />
<br />
E MAKAN BERSAMA
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW. Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun
makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu
atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat.
Kemudian PRP mempersilakan bersantap<br />
<br />
F MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan<br />
<br />
G MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan
SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih)
Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP
sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.
Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya<br />
<br />
H ACARA PERCAKAPAN ADAT.
I. MEMPERSIAPKAN PERCAKAPAN:
1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap
2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan
adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti<br />
<br />
III. MEMULAI PERCAKAPAN (PINGGAN PANUNGKUNAN) .
Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.
1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW
2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada
dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk
mengantar piring itu kembali kepada PRP
3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan
(beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah
dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.
4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Batubara mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda
pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuan Batubara adalah menyerahkan kekurangan
sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka<br />
<br />
IV. PENYERAHAN PANGGOHI/KEKURANGAN SINAMOT
1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan ,
PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh
sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Batubara sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot
(mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).
2. Sebelum PR TOBING mengiakan lebih dulu RP TOBING meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru
Tobing
3. Sesudah diiakan oleh PR TOBING, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut Tobing oleh Batubara.
V. Penyerahan Panandaion.
Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan
Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu.
Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai golongan IV).
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Tobing kepada yang bersangkutan.<br />
<br />
V Penyerahan tintin marangkup.
Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu
Seacara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot
seharusnya tulangnya
Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.<br />
<br />
VI. Penyerahan/Pemberia n Ulos oleh Pihak Perempuan.
Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat.
Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai)
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
No Uraian Yang Menerima Keterangan
A Kepada Paranak
1 Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria
2 Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat
1 Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria
2 Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
3 Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria
4 Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
No Uraian Yang Mangulosi Keterangan
A Dari Parboru/Partodoan
1 Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita
2 Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita
3 Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita
4 Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B Hula-hula dan Tulang Parboru
1 Hula-hula 1 lembar, wajib
2 Tulang 1 lembar, wajib
3 Bona Tulang 1 lembar, wajib
4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
C Hula-hula dan Tulang Paranak
1 Hula-hula 1 lembar, wajib
2 Tulang 1 lembar, wajib
3 Bona Tulang 1 lembar, wajib
4 Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
Catatan:
1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha.
2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah yang mejadi tanda holong/tanda
kasih sehingga harus mengulosi, pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi<br />
<br />
VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)
1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW
Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:
a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya
b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya
2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
CATATAN:
Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi kesempatan kepada Hula-hula dan
boru/ber masing-masing turut menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup.
Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati.
3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedu suhut Tobing dan Batubara, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Rja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri , dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.
4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur
Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan.
Sesudah amin, sam-sam mengucapkan: horas ! horas ! horas !
5. Bersalaman untuk pulang,, suhut na niambangan Batubara menyalami Suhut Tobing<br />
<br />
BAGIAN III > PASKA PERNIKAHAN
Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok , ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga.
Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah:
I. Paulak Une
Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu
II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga)
Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya.
CATATAN:
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat
acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main/ melecehkan makna adat itu.
Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:
1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa bercerai lagi dengan alasan yang disebut
dalam pengertian Paulak Une, dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai
suami isteri.
2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan , sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.
3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan namargoar (paranak) dan dengke
dengan lampetnya (parboru)
4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan
saat ini.
5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut: Ulos NamarhadohoanKomunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-46877409015559555012012-01-20T00:22:00.000-08:002012-01-20T00:22:08.473-08:00479 Marga Batak<b>479 Marga Batak</b><br />
<br />
(menurut Abjad) <br />
A.<br />
1. AMBARITA
2. AMPAPAGA (SIAMPAPAGA)
3. AMPUN (NAHAMPUNGAN)
4. ANGKAT
5. ANGKAT SINGKAPAL
6. ARITONANG
7. ARUAN<br />
<br />
B.<br />
8. BABIAT
9. BAHO (NAIBAHO)
10. BAKO
11. BANJARNAHOR (NAINGGOLAN)
12. BANJARNAHOR (MARBUN)
13. BANCIN
14. BAKKARA
15. BARINGBING (TAMPUBOLON)
16. BARUARA (TAMBUNAN)
17. BARUTU (SITUMORANG)
18. BARUTU (SINAGA)
19. BATUARA (NAINGGOLAN)
20. BATUBARA
21. BERASA
22. BARAMPU
23. BARINGIN
24. BINJORI
25. BINTANG
26. BOANGMANALU
27. BOLIALA
28. BONDAR
29. BORBOR
30. BUATON
31. BUNUREA (BANUAREA)
32. BUNJORI
33. BUTARBUTAR<br />
<br />
D.<br />
34. DABUTAR (SIDABUTAR ?)
35. DAIRI (SIMANULLANG)
36. DAIRI (SINAMBELA)
37. DALIMUNTA (MUNTE ?)
38. DAPARI
39. DAULAE
40. DEBATARAJA (SIMAMORA)
41. DEBATARAJA (RAMBE)
42. DOLOKSARIBU
43. DONGORAN
44. DOSI (PARDOSI)<br />
<br />
G.<br />
45. GAJAA
46. GAJADIRI
47. GAJAMANIK
48. GIRSANG
49. GORAT
50. GULTOM
51. GURNING
52. GUSAR<br />
<br />
H.<br />
53. HABEAHAN
54. HARAHAP
55. HARIANJA
56. HARO
57. HAROHARO
58. HASIBUAN
59. HASUGIAN
60. HUTABALIAN
61. HUTABARAT
62. HUTAJULU
63. HUTAGALUNG
64. HUTAGAOL (LONTUNG)
65. HUTAGAOL (SUMBA)
66. HUTAHAEAN
67. HUTAPEA
68. HUTASOIT
69. HUTASUHUT
70. HUTATORUAN
71. HUTAURUK<br />
<br />
K.<br />
72. KASOGIHAN
73. KUDADIRI<br />
<br />
L.<br />
74. LAMBE
75. LIMBONG
76. LINGGA
77. LONTUNG
78. LUBIS
79. LUBIS HATONOPAN
80. LUBIS SINGASORO
81. LUMBANBATU
82. LUMBANDOLOK
83. LUMBANGAOL (MARBUN)
84. LUMBANGAOL (TAMBUNAN)
85. LUMBAN NAHOR (SITUMORANG)
86. LUMBANPANDE (SITUMORANG)
87. LUMBANPANDE (PANDIANGAN)
88. LUMBANPEA (TAMBUNAN)
89. LUMBANRAJA
90. LUMBAN SIANTAR
91. LUMBANTOBING
92. LUMBANTORUAN (SIRINGORINGO)
93. LUMBANTORUAN (SIHOMBING)
94. LUMBANTUNGKUP<br />
<br />
M.<br />
95. MAHA
96. MAHABUNGA
97. MAHARAJA
98. MALAU
99. MALIAM
100. MANALU (TOGA SIMAMORA)
101. MANALU-RAMBE
102. MANALU (BOANG)
103. MANIK
104. MANIK URUK
105. MANURUNG
106. MARBUN
107. MARBUN SEHUN
108. MARDOSI
109. MARPAUNG
110. MARTUMPU
111. MATANIARI
112. MATONDANG
113. MEHA
114. MEKAMEKA
115. MISMIS
116. MUKUR
117. MUNGKUR
118. MUNTE (NAIMUNTE ?)<br />
<br />
N.<br />
119. NABABAN
120. NABUNGKE
121. NADAPDAP
122. NADEAK
123. NAHAMPUN
124. NAHULAE
125. NAIBAHO
126. NAIBORHU
127. NAIMUNTE
128. NAIPOSPOS
129. NAINGGOLAN
130. NAPITU
131. NAPITUPULU
132. NASUTION
133. NASUTION BOTOTAN
134. NASUTION LONCAT
135. NASUTION TANGGA AMBENG
136. NASUTION SIMANGGINTIR
137. NASUTION MANGGIS
138. NASUTION JORING<br />
<br />
O.<br />
139. OMPUSUNGGU
140. OMPU MANUNGKOLLANGIT<br />
<br />
P.<br />
141. PADANG (SITUMORANG0
142. PADANG (BATANGHARI0
143. PANGARAJI (TAMBUNAN)
144. PAKPAHAN
145. PAMAN
146. PANDEURUK
147. PANDIANGAN-LUMBANPANDE
148. PANDIANGAN SITANGGUBANG
149. PANDIANAGN SITURANGKE
150. PANJAITAN
151. PANE
152. PANGARIBUAN
153. PANGGABEAN
154. PANGKAR
155. PAPAGA
156. PARAPAT
157. PARDABUAN
158. PARDEDE
159. PARDOSI-DAIRI
160. PARDOSI (SIAGIAN)
161. PARHUSIP
162. PASARIBU
163. PASE
164. PASI
165. PINAYUNGAN
166. PINARIK
167. PINTUBATU
168. POHAN
169. PORTI
170. POSPOS
171. PULUNGAN
172. PURBA (TOGA SIMAMORA)
173. PURBA (RAMBE)
174. PUSUK<br />
<br />
R.<br />
175. RAJAGUKGUK
176. RAMBE-PURBA
177. RAMBE-MANALU
178. RAMBE-DEBATARAJA
179. RANGKUTI-DANO
180. RANGKUTI-PANE
181. REA
182. RIMOBUNGA
183. RITONGA
184. RUMAHOMBAR
185. RUMAHORBO
186. RUMAPEA
187. RUMASINGAP
188. RUMASONDI<br />
<br />
S.<br />
189. SAGALA
190. SAGALA-BANGUNREA
191. SAGALA-HUTABAGAS
192. SAGALA HUTAURAT
193. SAING
194. SAMBO
195. SAMOSIR
196. SAPA
197. SARAGI (SAMOSIR)
198. SARAGIH (SIMALUNGUN)
199. SARAAN (SERAAN)
200. SARUKSUK
201. SARUMPAET
202. SEUN (SEHUN)
203. SIADARI
204. SIAGIAN (SIREGAR)
205. SIAGIAN (TUAN DIBANGARNA)
206. SIAHAAN (NAINGGOLAN)
207. SIAHAAN (TUAN SOMANIMBIL)
208. SIAHAAN HINALANG
209. SIAHAAN BALIGE
210. SIAHAAN LUMBANGORAT
211. SIAHAAN TARABUNGA
212. SIAHAAN SIBUNTUON
213. SIALLAGAN
214. SIAMPAPAGA
215. SIANIPAR
216. SIANTURI
217. SIBANGEBENGE
218. SIBARANI
219. SIBARINGBING
220. SIBORO
221. SIBORUTOROP
222. SIBUEA
223. SIBURIAN
224. SIDABALOK
225. SIDABANG
226. SINABANG
227. SIDEBANG
228. SIDABARIBA
229. SINABARIBA
230. SIDABUNGKE
231. SIDABUTAR (SARAGI)
232. SIDABUTAR (SILAHISABUNGAN)
233. SIDAHAPINTU
234. SIDARI
235. SIDAURUK
236. SIJABAT
237. SIGALINGGING
238. SIGIRO
239. SIHALOHO
240. SIHITE
241. SIHOMBING
242. SIHOTANG
243. SIKETANG
244. SIJABAT
245. SILABAN
246. SILAE
247. SILAEN
248. SILALAHI
249. SILALI
250. SILEANG
251. SILITONGA
252. SILO
253. SIMAIBANG
254. SIMALANGO
255. SIMAMORA
256. SIMANDALAHI
257. SIMANJORANG
258. SIMANJUNTAK
259. SIMANGUNSONG
260. SIMANIHURUK
261. SIMANULLANG
262. SIMANUNGKALIT
263. SIMARANGKIR (SIMORANGKIR)
264. SIMAREMARE
265. SIMARGOLANG
266. SIMARMATA
267. SIMARSOIT
268. SIMATUPANG
269. SIMBIRING-MEHA
270. SEMBIRING-MELIALA
271. SIMBOLON
272. SINABANG
273. SINABARIBA
274. SINAGA
275. SIBAGARIANG
276. SINAMBELA-HUMBANG
277. SINAMBELA DAIRI
278. SINAMO
279. SINGKAPAL
280. SINURAT
281. SIPAHUTAR
282. SIPAYUNG
283. SIPANGKAR
284. SIPANGPANG
285. SIPARDABUAN
286. SIRAIT
287. SIRANDOS
288. SIREGAR
289. SIRINGKIRON
290. SIRINGORINGO
291. SIRUMAPEA
292. SIRUMASONDI
293. SITANGGANG
294. SITANGGUBANG
295. SITARIHORAN
296. SITINDAON
297. SITINJAK
298. SITIO
299. SITOGATOROP
300. SITOHANG URUK
301. SITOHANG TONGATONGA
302. SITOHANG TORUAN
303. SITOMPUL
304. SITORANG (SITUMORANG)
305. SITORBANDOLOK
306. SITORUS
307. SITUMEANG
308. SITUMORANG-LUMBANPANDE
309. SITUMORANG-LUMBAN NAHOR
310. SITUMORANG-SUHUTNIHUTA
311. SITUMORANG-SIRINGORINGO
312. SITUMORANG-SITOGANG URUK
313. SITUMORANG SITOHANG TONGATONGA
314. SITUMORANG SITOHANGTORUAN
315. SITUNGKIR
316. SITURANGKE
317. SOBU
318. SOLIA
319. SOLIN
320. SORGANIMUSU
321. SORMIN
322. SUHUTNIHUTA-SITUMORANG
323. SUHUTNIHUTA-SINAGA
324. SUHUTNIHUTA-PANDIANGAN
325. SUMBA
326. SUNGE
327. SUNGGU<br />
<br />
T.<br />
328. TAMBA
329. TAMBAK
330. TAMBUNAN BARUARA
331. TAMBUNAN LUMBANGAOL
332. TAMBUNAN LUMPANPEA
333. TAMBUNAN PAGARAJI
334. TAMBUNAN SUNGE
335. TAMPUBOLON
336. TAMPUBOLON BARIMBING
337. TAMPUBOLON SILAEN
338. TAKKAR
339. TANJUNG
340. TARIHORAN
341. TENDANG
342. TINAMBUNAN
343. TINENDUNG
344. TOGATOROP
345. TOMOK
346. TORBANDOLOK
347. TUMANGGOR
348. TURNIP
349. TURUTAN Tj ( C).
350. TJAPA (CAPA)
351. TJAMBO (CAMBO)
352. TJIBERO (CIBERO)<br />
<br />
U.<br />
353. UJUNG-RIMOBUNGA
354. UJUNG-SARIBU<br />
<br />
KAROKARO<br />
355. KAROKARO BARUS
356. KAROKARO BUKIT
357. KAROKARO GURUSINGA
358. KAROKARO JUNG
359. KAROKARO KALOKO
360. KAROKARO KACARIBU
361. KAR0KARO KESOGIHAN
362. KAROKARO KETAREN
363. KAROKARO KODADIRI
364. KAROKARO PURBA
365. KAROKARO SINURAYA (dari sian raya)
366. KAROKARO SEKALI
367. KAROKARO SIKEMIT
368. KAROKARO SINABULAN
369. KAROKARO SINUAJI
370. KAROKARO SINUKABAN
371. KAROKARO SINULINGGA
372. KAROKARO SIMURA
373. KAROKARO SITEPU
374. KAROKARO SURBAKTI<br />
<br />
TARIGAN<br />
375. TARIGAN BANDANG
376. TARIGAN GANAGANA
377. TARIGAN GERNENG
378. TARIGAN GIRSANG
379. TARIGAN JAMPANG
380. TARIGAN PURBA
381. TARIGAN SILANGIT
382. TARIGAN TAMBAK
383. TARIGAN TAMBUN
384. TARIGAN TAGUR
385. TARIGAN TUA
386. TARIGAN CIBERO PERANGINANGIN
387. PERANGINANGIN-BENJERANG
388. PERANGINANGIN BANGUN
389. PERANGINANGIN KABAK
390. PERANGINANGIN KACINABU
391. PERANGINANGIN KELIAT
392. PERANGINANGIN LAKSA
393. PERANGINANGIN MANO
394. PERANGINANGIN NAMOHAJI
395. PERANGINANGIN PANGGARUN
396. PERANGINANGIN PENCAWAN
397. PERANGINANGIN PARBESI
398. PERANGINANGIN PERASIH
399. PERANGINANGIN PINEM
400. PERANGINANGIN SINUBAYANG
401. PERANGINANGIN SINGARIMBUM
402. PERANGINANGIN SINURAT
403. PERANGINANGIN SUKATENDE
404. PERANGINANGIN ULUJANDI
405. PERANGINANGIN UWIR<br />
<br />
GINTING<br />
406. GINTING BAHO
407. GINTING BERAS
408. GINTING GURUPATIH
409. GINTING JADIBATA
410. GINTING JAWAK
411. GINTING MANIK
412. GINTING MUNTE
413. GINTING PASE
414. GINTING SIGARAMATA
415. GINTING SARAGIH
416. GINTING SINUSINGAN
417. GINTING SUGIHEN
418. GINTING SINUSUKA
419. GINTING TUMANGGER
420. GINTING CAPA<br />
<br />
SEMBIRING<br />
421. SEMBIRING-BRAHMANA
422. SEMBIRING BUNUHAJI
423. SEMBIRING BUSUK (PU)
424. SEMBIRING DEPARI
425. SEMBIRING GALUK
426. SEMBIRING GURU KINAYA
427. SEMBIRING KELING
428. SEMBIRING KALOKO
429. SEMBIRING KEMBAREN
430. SEMBIRING MELIALA
431. SEMBIRING MUHAM
432. SEMBIRING PANDEBAYANG
433. SEMBIRING PANDIA
434. SEMBIRING PELAWI
435. SEMBIRING SINULAKI
436. SEMBIRING SINUPAYUNG
437. SEMBIRING SINUKAPAR
438. SEMBIRING TAKANG
439. SEMBIRING SOLIA MARGA SILEBAN MASUK TU BATAK<br />
<br />
SINAGA<br />
440. SINAGA NADIHAYANGHOTORAN
441. SINAGA NADIHAYANGBODAT
442. SINAGA SIDABARIBA
443. SINAGA SIDAGURGUR
444. SINAGA SIDAHAPINTU
445. SINAGA SIDAHASUHUT
446. SINAGA SIALLAGAN
447. SINAGA PORTI<br />
<br />
DAMANIK<br />
448. DAMANIK-AMBARITA
449. DAMANIK BARIBA
450. DAMANIK GURNING
451. DAMANIK MALAU
452. DAMANIK TOMOK<br />
<br />
SARAGI<br />
453. SARAGIH-DJAWAK
454. SARAGIH DAMUNTE
455. SARAGIH DASALAK
456. SARAGIH GARINGGING
457. SARAGIH SIMARMATA
458. SARAGIH SITANGGANG
459. SARAGIH SUMBAYAK
460. SARAGIH TURNIP<br />
<br />
PURBA<br />
461. PURBA BAWANG
462. PURBA DAGAMBIR
463. PURBA DASUHA
464. PURBA GIRSANG
465. PURBA PAKPAK
466. PUBA SIIDADOLOK
467. PURBA TAMBAK HALAK SILEBAN NA MASUK TU MARGA NI BATAK<br />
<br />
468. BARAT ( SIAN HUTABARAT)
469. BAUMI (MSRINGAN DI MANDAILING)
470. BULUARA ( MARINGANAN DI SINGKIL)
471. GOCI (MARINGANAN DI SINGKIL)
472. KUMBI (MARINGANAN DI SINGKIL)
473. MASOPANG (DASOPANG) SIAN HASIBUAN
474. MARDIA (MARINGAN DI MANDAILING)
475. MELAYU (Maringan di Singkel) SIAN MALAU
476. NASUTION (deba mangakui siahaan do nasida pomparan ni si Badoar [sangti]
477. PALIS ( MARINGAN DI SINGKILDOLOK)
478. RAMIN (MARINGAN DI SINGKIL)
479. RANGKUTI ( didok deba nasida, turunan ni Sultan Zulqarnain sian Asia tu Mandailing) -------
Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak (W. M. Hutagalung. CV Tulus Jaya, 1991)Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-22300895471318524232012-01-20T00:00:00.000-08:002012-01-20T00:10:00.945-08:00UMPASA<div class="descriptionwrapper">
<div class="description">
<br /></div>
</div>
<div id="crosscol-wrapper" style="text-align: center;">
</div>
<div class="date-outer">
<div class="date-posts">
<div class="post-outer">
<div class="post hentry">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="3459060881675874696"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/02/umpasa-batak-di-na-laho-marsirang.html">Umpasa Batak di na laho marsirang</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
<br />
Pidong sitapitapi, habang diatas hauma<br />
Horas ma hamu na hupaborhat hami<br />
Horas hami na tininggalhonmuna<br />
<br />
Dolok ni Panampahan, tondongkon ni Tarabunga<br />
Sai horas ma hamu dipardalanan songoni dung sahat tu inganan muna<br />
<br />
Tombak ni Sipinggan di dolok ni Sitapongan<br />
Di dia pe hita tinggal, sai tong ma hita masihaholongan<br />
<br />
Eme sitambatua parlinggoman ni siborok<br />
Amanta Debata do silehon tua, sai luhutna ma hita diparorot<br />
<br />
Mangerbang bungabunga, ditiur ni mata ni ari<br />
Selamat jalan ma dihamuna, selamat tinggal ma di hami
</div>
<div class="post-footer">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="date-outer">
<div class="date-posts">
<div class="post-outer">
<div class="post hentry">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="2816060339322320060"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/02/umpasa-batak-mangadopi-natua-tua.html">Umpasa Batak Mangadopi natua tua</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
<a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/01/hata-umpasa-ni-parboru-di-na-mangulosi.html">Umpasa Batak</a> sidohonon molo dohot iba <a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/01/angka-umpasa-di-na-marhata-sinamot-bag.html">mangadopi natua tua</a> na <span style="font-weight: bold;">manjalo sipanganon</span> sian angka anakkonna<br />
<br />
Andor halumpang ma togutogu ni lombu dohot togutogu ni horbo laho tu Lapogambiri<br />
Sai saur ma hamu leleng mangolu paihutihut pahompu sahat tu na marnono dohot marnini<br />
<br />
Tinpu bulung ni sabi nibutbut pinaspashon<br />
I dope na tarpatupa hami ba i ma jolo tahalashon<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Hata sian undangan tu natuatua i:</span></div>
<div class="post-body entry-content">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span>Polta bulan i Ama ni Manggule: Ro nuaeng angka pomparanmu mamboan sipanganon ba dohot hami mauliate<br />
<br />
Tubu ma singkoru di dolok ni Simamora<br />
Sai torop ma anak dohot boru na basa jala sisubut roha<br />
<br />
Tubu dingindingin jonok tu simartolu<br />
Horas ma tondi madingin pir tondi matogu<br />
Sai ro ma nipi na uli sai leleng hamu mangolu<br />
Haliangan ni nono dohot nini raphon anak dohot boru<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Hata ni undangan tu ianakkon na mamboan sipanganon :</span><span style="font-weight: bold;"></span>Binolus Purbatua laho tu Parsingkaman<br />
<span style="font-weight: bold;"></span>Naburju marnatuatua ingkon sai dapotan pandaraman<br />
Laho pe ibana mangula sai na dao ma parmaraan<br />
Sai dapotsa na niluluan sai jumpang na jinalahan<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Taringot di sipanganon na binoanmuna tu natuatua i :</span><br />
Disi do gandina, disi do nang gandona<br />
Disi do daina disi do nang tabona<br />
Sirsir ansimna jala hona dohot asomna<br />
<br />
Asa dohonon nami ma :<br />
Bagot na marhalto ma di ladang ni Panggabean<br />
Horas ma hami na manganhon, lam martamba sinadongan di hamu na mangalean<br />
<br />
Ia siula tano do hamu ba on ma dohononnami :<br />
Binanga ni Sihombing binongkak ni Purbatua<br />
Tu sanggar ma amporik tu lombang ma satua<br />
Sai sinur ma pinahan gabe na niula<br />
<br />
Molo partigatiga do hamu ba on ma dohonon namu :<br />
Tinampul bulung bira bahen saong laho tu ladang<br />
Sai mangomo ma hamu sian tigatiga ba sai maruntung ma sian dagang<br />
<br />
Molo tung sipata rugi hamu ba sai dapot nian nidok ni umpasa :<br />
Soban rantingranting soban ni Sijamapolang<br />
Ba molo rugi hamu sian antinganting, ba sai mangomo ma sian golang<br />
<br />
Molo pegawai do hamu ba on ma dohonon nami :<br />
Tinapu bulung salaon dongan ni bulung si tulan<br />
Ba sai naek pangkat ma hamu ganup taon, sai tamba gaji tiap bulan<br />
<br />
Molo adong di hamu na so hot ripe dope on ma dohonon nami:<br />
Parik ni Lubutua hatubuan ni bulu duri<br />
Na burju marnatuatua sai ingkon dapotan rongkap na uli<br />
<br />
Baangkup ni i :<br />
Molo adong disi hulingkuling sai adong ma disi holiholi<br />
Molo adong disi na so muli sai adong do rongkap ni i naso mangoli<br />
<br />
Sahatsahat ni solu ma sahat di rondang ni bulan<br />
Sai leleng ma hamu mangolu jala sai dipasupasu Tuhan
</div>
<div class="post-footer">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="7428133128726306370"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/02/umpasa-batak-tingki-mangapuli.html"></a>
</h3>
<a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/02/umpasa-batak-tingki-mangapuli.html">Umpasa Batak Tingki Mangapuli</a><br />
<br />
Jotjot do tadok : Tua na so taraithon, Soro ni ari na so tarhaishon<br />
<br />
Alai dumenggan do dohonon umpasa on :<br />
Ramba ni Sipoholon marduhutduhut sitata<br />
Las ni roha dohot sitaonon sude do i sian Amanta Debata<br />
Asa :<br />
Hau ni Gunungtua, dangkana madaguldagul<br />
Tibu ma dilehon Tuhanta dihamu tua, jala tibu hamu diapulapul<br />
<br />
Poltak bulan tula, binsar ia mata ni ari<br />
Tibu ma ro tu hamu soritua, singkat ni sori ni ari<br />
<br />
Angkup ni i :<br />
Hotang binebebebe, hotang pinilospulos<br />
Unang iba mandele, ai godang do tudostudos<br />
<br />
Tamba muse :<br />
Hotang benebebebe, hotang ni Siringkiron<br />
Unang iba mandele, ai godang dope sihirimon<br />
<br />
On pe :<br />
Dolok ni Simalungun ma tu dolok ni simamora<br />
Sai salpu ma angka na lungun, hatop ma ro silas ni roha<br />
<br />
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/02/ingkon-maratur-do-dohonon-angka-umpasa.html">Ingkon maratur do dohonon angka umpasa i</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
Molo torop do angka <a href="http://umpasabatak.blogspot.com/2010/02/umpasa-batak-mangadopi-natua-tua.html">umpasa</a> nanaeng dohonon, ingkon jagaon do asa maratur parjojor ni angka umpasa i hinatahon.<br />
<br />
Unang rupani pinungka <a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/01/taringot-tu-na-mandok-umpasa.html">mandok umpasa</a> :<br />
<span style="font-style: italic;">Andor hadumpang togutogu ni lombu<br />Sai sarimatua ma hamu sahat tu na mangiringngiring pahompu</span>Dung i niudut dohot umpasa :<br />
<span style="font-style: italic;">Giringgiring gostagosta<br />Sai tibu ma hamu mangiringngiring jala mangompa ompa</span>Ndang denggan be parjojorna molo songon i nidok.<br />
<br />
Tarsongon na ditoru on ma binahen parjojor ni angka <span style="font-weight: bold;">umpasa </span>i tu na baru marbagus:<br />
<ul>
<li>Umpasa asa togu parsaripeon nasida</li>
</ul>
<span style="font-style: italic;"> Bagot na mararirang ditoruna panggongonan</span> <span style="font-style: italic;"> Badanmuna ma na so ra sirang, tondimuna masigomgoman</span><br />
<ul>
<li>Umpasa hagabeon</li>
</ul>
<span style="font-style: italic;"> Bintang ma na rumiris tu ombun na sumorop</span> <span style="font-style: italic;"> Anak pe dihamu sai riris, boru pe antong torop</span><br />
<ul>
<li>Umpasa asa maradong</li>
</ul>
<span style="font-style: italic;"> Urat ni nangka ma tu urat ni hotang</span> <span style="font-style: italic;"> Ba tudia pe hamu mangalangka, ba sai disi ma hamu dapotan pansamotan</span><br />
<ul>
<li>Umpasa asa sai didongani Tuhanta nasida</li>
</ul>
<span style="font-style: italic;"> Eme sitambatua parlinggoman ni siborok</span> <span style="font-style: italic;"> Dilehon Tuhanta ma dihamu tua, jala sai hot ma hamu diparorot</span><br />
<ul>
<li>Umpasa panutup</li>
</ul>
<span style="font-style: italic;"></span><span style="font-style: italic;"> Sahatsahat ni solu sahat ma tu bontean</span> <span style="font-style: italic;"> Sahat ma hamu leleng mangolu, sahat tu parhorasan dohot tu panggabean</span>
</div>
<div class="post-footer">
<div class="post-footer-line post-footer-line-1">
<span class="post-comment-link">
<a class="comment-link" href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/02/ingkon-maratur-do-dohonon-angka-umpasa.html#comment-form">0
comments</a>
</span>
<span class="post-icons">
</span>
</div>
<div class="post-footer-line post-footer-line-2">
<span class="post-labels">
Labels:
<a href="http://jambarhata.blogspot.com/search/label/Umpasa" rel="tag">Umpasa</a>
</span>
</div>
</div>
<div class="date-outer">
<div class="date-posts">
<div class="post-outer">
<div class="post hentry">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="7944348302714388231"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/01/taringot-tu-na-mandok-umpasa.html">Taringot tu na mandok umpasa</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
Molo naeng mandok <a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/01/ruhut-ruhut-ni-pangkataion.html"><span style="font-style: italic;">umpasa</span></a> iba sai jumolo ma nidok:"Sai dilehon Tuhanta Pardenggan basa i ma dihamu songon na nidok ni umpasa on".<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Ise do na patut mandok umpasa pasupasu?</span>Somalna
najolo holan hulahula do sidok angka umpasa pasu-pasu tu parboruonna,
natoras tu ianakonna, haha tu angka anggina, jadi ndang boi boru mandok
umpasa pasupasu tu hulahula na. Alai molo porlu boi do, asal majolo
dilapik hata na jala didok:"Santabi di hulahula nami, ndada na naeng ma
masumasu hami rajanami, ia hudok pe angka umpasa annon, songon tamiang
pangidoan nami do i tu Amanta Debata". Dung i boi ma dohononna angka
umpasa i.<br />
Alai ndada pola lapihon hata ianggo di tingki na mandok angka umpasa na mardomu tu na mangampu do, rupani :<br />
<span style="font-style: italic;">Turtu ma ninna anduhur, tio ninna lote<br />Angka pasupasumuna i sai unang muba unang mose</span><span style="font-weight: bold;"></span>
</div>
<div class="post-footer">
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="date-outer">
<div class="date-posts">
<div class="post-outer">
<div class="post hentry">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="8062658880289606081"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/01/taringot-tu-raja-parhata.html">Taringot tu raja parhata</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
Disude adat na balga (marhata sinamot, marunjuk, mangadathon/mangadati,
mangompoi jabu, mamestahon tambak ni ompu dohot angka na asing dope),
sai jolo dibahen protokol ni hasuhutan do rapot na jempek dohot dongan
sabutuhana laho manotophon ise sian nasida na gabe parhata, tarsongon on
ma pangkataion disi:<br />
<span style="font-weight: bold;"><br />Protokol ni hasuhutan mamungka<br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"></span></span></span>Hamu
angka hahadoli dohot angidolinami, ia hita pomparan ni Ompu ........
nungnga tahasomalhon, molo masa di hami pomparan ni Ompunta Paitonga
ulaon songon na taadopi sadari on, ba hamu ma hahadoli manang anggi doli
ma na gabe <span style="font-style: italic;">raja Parhata. </span>Nuaeng
pe, ba mardos ni tahi ma hamu hahadoli dohot anggidoli nami manang na
ise bahenonmuna na gabe raja parhata sian hamu. Botima<br />
<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">Alus sian hahadoli : </span></span>ido
tutu anggidoli, toho do na nidokmi. Jadi ala hami do na baruon gabe
raja Parhata di ulaonmuna parpudi, ba ianggo sadari on sian anggidolinta
ma na gabe raja Parhata. Botima<br />
<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">Hata sian anggi doli:</span></span>Tutu
do i, hahadoli na nidokmuna i, ba hami pe antong ndada manjua disi,
rade do hami na gabe raja Parhata. (dung i di dompakhon ma tu angka
donganna saompu jala didok) Nungnga sude huta mambege hata i. Jadi
nuaeng, ba ise ma sian hita na gabe parhata?<br />
NB: Sai tar na ummalo marhata ma dipillit nasida gabe <a href="http://jambarhata.blogspot.com/">raja parhata</a><br />
<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">Molo sidua hasuhuton </span></span>do
ulaon i, songon di pesta unjuk rupani, ba duansa ma hasuhuton i
(parboru dohot paranak) masibahen rapot naa be songon na di ginjang i,
laho manotophon raja parhatana be<br />
<span style="font-weight: bold;"></span>
</div>
<div class="post-footer">
<div class="post-footer-line post-footer-line-1">
<span class="post-comment-link">
</span>
<span class="post-icons">
</span>
</div>
<div class="post-footer-line post-footer-line-2">
<span class="post-labels"><br />
</span><span class="post-labels"><a href="http://jambarhata.blogspot.com/search/label/Raja%20Parhata" rel="tag"></a>
</span>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="date-outer">
<div class="date-posts">
<div class="post-outer">
<div class="post hentry">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3219980962157613660" name="4704087916403082400"></a>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://jambarhata.blogspot.com/2010/01/ruhut-ruhut-ni-pangkataion.html">Ruhut Ruhut Ni Pangkataion</a>
</h3>
<div class="post-body entry-content">
<ol>
<li>Denggan ma pintor ditontuhon jala dipaboa parhata, asa adong
tingkina parade sihataonna. Ai marguru tu haradeon do na gumodang
manontuhon hadengganon ni pangkataion. Somalna parjambaran do mangkatai,
sian dos ni roha.</li>
<li>Ganup ma mandok hata, naeng ma jongjong ibana
di ingananna molo tar torop do na pungui (molo lobi di ginjang ni 30
halak). Jala naeng ma suarana torang, boi dibege sude natorop i.</li>
<li>Naeng
ma rumang ni pangkataion i dibagasan tulus ni roha, kewajaran, dohot
suasana kekeluargaan. Unang hakasaron muruk, mangkritik, humor na
melukai dohot pametmethon sasahalak dohot na suman tusi.</li>
<li>Unang
ma adong pangkatai na pagajangku, na mamangke tingki na palobihu.
Mardomu tusi unang ma adong hata namulak-ulak, rarat jala manimbil.</li>
<li>Molo adong pandohan ni sasahalak na so tingkos, di patingkos ma i dohot manat dibagasan halambohon dohot kebijaksanaan.</li>
<li>Molo mamangke umpama, sungkup ma umpama i sada manang dua. Denggan ma umpama i didok songon aslina, unang di parhaneang.</li>
<li>Unang
ma adong terjadi, na patut mangkatai manang na patut mandapot jambar
hata ndang mangkatai. Tagonan do lobi sidok hata sian na hurang.</li>
<li>Molo
kebetulan adong sahalak na terkemuka hadir dipunguan i, na terpandang
kedudukanna di masyarakat, songon di hamaloon, kedudukan, pengalaman
dohot na suman tusi, tama di igilon asa mangkatai nasida. Protokol ma na
mamereng i.</li>
<li>Andorang so mautup manang paampuhon tu suhut, molo
adong dope tingki, denggan do igilon, manang na adong dope sahalak
manang dua halak nataronjar rohana laho mandok hata dope.</li>
</ol>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<br />Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-58869871339110110642012-01-19T23:58:00.000-08:002012-01-19T23:58:33.308-08:00UMPAMA<h2 class="date-header">
<span></span></h2>
<a href="" name="1590773281060271552"></a>
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://umpamabatak.blogspot.com/2010/01/angka-umpama.html">Angka Umpama</a>
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<ol>
<li>Tongka do mulak tata naung masak, mulak marimbulu naung tinutungan</li>
<li>Tu duru ma hata mabuk, tu tonga hata umum</li>
<li>Ndang adong amporik na so siallang eme</li>
<li>Ingkon sada do songon dai ni aek, unang mardua songon dai ni tuak</li>
<li>Di ginjang bulung botik binoto paetna, buni parsisiraan binoto ansimna</li>
<li>Unang songon ulubalang so mida musu</li>
<li>Diorong asu do na so ompuna, paniseon do halak di na so padanna</li>
<li>Ndang piga halak sigandai sidabuan, alai godang sigandai hata</li>
<li>Piltik ni hasapi do tabo tu pinggol, anggo piltik ni hata sogo do begeon</li>
<li>Hata paduadua suminta parsalisian, hata patolutolu suminta parrosuan</li>
<li>Ganjang pe nidungdung ni tangan, ganjangan dope nidungdung ni roha</li>
<li>Molo iba maniop matana halakan maniop suhulna, aganan ma pinalua</li>
<li>Santau aek nuaeng, duaan tahu aek marsogot, na santahu i do pareahan</li>
<li>Ingkon martangga martordingan do songon paranak ni balatuk</li>
<li>Sai martanda ma songon adian, marhinambar songon dolok</li>
</ol>Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-25347877586008619192012-01-05T17:28:00.001-08:002012-01-05T19:14:30.175-08:00Upacara Adat Kematian Pada Suku BatakUpacara Adat Kematian Pada Suku Batak
oleh Punguan Sinurat pada 18 Agustus 2009 pukul 15:10
Pendahuluan
Berbicara tentang Sari Matua, Saur Matua dan Mauli Bulung adalah berbicara tentang kematian seseoang dalam konteks adat Batak. Adalah aksioma, semua orang harus mati, dan hal itu dibenarkan oleh semua agama. Bukankah pada Kidung Jemaat 334 disebut: “Tiap orang harus mati, bagai rumput yang kering. Makhluk hidup harus busuk, agar lahir yang baru. Tubuh ini akan musnah, agar hidup disembuhkan. di akhirat bangkitlah, masuk sorga yang megah.”Selain yang disebutkan diatas, masih ada jenis kematian lain seperti “Martilaha” (anak yang belum berumah tangga meninggal dunia), “Mate Mangkar” (yang meninggal suami atau isteri, tetapi belum berketurunan), “Matipul Ulu” (suami atau isteri meninggal dunia dengan anak yang masih kecil-kecil), “Matompas Tataring” (isteri meninggal lebih dahulu juga meninggalkan anak yang masih kecil).
Sari matua
Tokoh adat yang dihubungi Ev H Simanjuntak, BMT Pardede, Constan Pardede, RPS Janter Aruan SH membuat defenisi : “Sari Matua adalah seseorang yang meninggal dunia apakah suami atau isteri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau putri atau keduanya, tetapi masih ada di antara anak-anaknya yang belum kawin (hot ripe).Mengacu kepada defenisi diatas, seseorang tidak bisa dinobatkan (dialihkan statusnya dari Sari Matua ke Saur Matua. Namun dalam prakteknya, ketika hasuhuton “marpangidoan” (bermohon) kepada dongan sahuta, tulang, hula-hula dan semua yang berhadir pada acara ria raja atau pangarapotan, agar yang meninggal Sari Matua itu ditolopi (disetujui) menjadi Saur Matua.
Sering hasuhuton beralasan, “benar masih ada anak kami yang belum hot ripe (kawin), tetapi ditinjau dari segi usia sudah sepantasnya berumah tangga, apalagi anak-anak kami ini sudah bekerja dan sebenarnya, anak kami inilah yang membelanjai orang tua kami yang tengah terbaring di rumah duka. “Semoga dengan acara adat ini mereka secepatnya menemukan jodoh (asa tumibu dapotan sirongkap ni tondi, manghirap sian nadao, manjou sian najonok). Status Sari Matua dinaikkan setingkat menjadi Saur Matua seperti ini ditemukan pada beberapa acara adat.
Tokoh adat diatas berkomentar, permintaan hasuhuton itu sudah memplesetkan nilai adat yang diciptakan leluhur. Pengertian Sari Matua, orang itu meninggal, sebelum tugasnya sebagai orang tua belum tuntas yakni mengawinkan anak-anaknya. Tidak diukur dari segi umur, pangkat, jabatan dan kekayaan.
Mereka memprediksi, terjadinya peralihan status, didorong oleh umpasa yang disalah tafsirkan yakni: “Pitu lombu jonggi, marhulang-hulanghon hotang, raja pinaraja-raja, matua husuhuton do pandapotan.” (semua tergantung suhut). Umpasa ini sasarannya adalah untuk “sibuaton” (parjuhutna-boan), karena bisa saja permintaan hadirin parjuhutna diusulkan lombu sitio-tio atau horbo, tetapi karena kurang mampu, hasuhuton menyembelih simarmiak-miak (B2), atau sebaliknya jika mampu, simarmiak-miak marhuling-hulinghon lombu, simarmiak-miak marhuling-hulinghon horbo. Faktor lain ujar mereka, adanya “ambisi” pihak keluarga mengejar cita-cita orang Batak yakni hamoraon, hagabeon, hasangapon. Selanjutnya, dongan sahuta, terkesan “tanggap mida bohi”, karena mungkin pihak hasuhuton orang “terpandang”.
Sebenarnya, untuk meredam “ambisi” hasuhuton, senjata pamungkas berada ditangan Dongan Sahuta. Benar ada umpasa yang mengatakan : “Tinallik landurung bontar gotana, sisada sitaonon dohot las ni roha do namardongan sahuta, nang pe asing-asing margana.” Tetapi bukankah ada umpasa yang paling mengena: “Tinallik bulu duri, sajongkal dua jari, dongan sahuta do raja panuturi dohot pengajari.” Mereka harus menjelaskan dampak negatif dari peralihan status Sari Matua ke Saur Matua berkenaan dengan anak-anak almarhum yang belum hot ripe. Artinya, jika kelak dikemudian hari, anak tersebut resmi kawin, karena dulu sudah dianggap kawin, tentu dongan sahuta tidak ikut campur tangan dalam seluruh kegiatan/proses perkawinan. Barangkali, bila hal itu diutarakan, mungkin pihak hasuhuton akan berpikir dua kali, sekaligus hal ini mengembalikan citra adat leluhur.
Selanjutnya, ada pula berstatus “Mate Mangkar” berubah menjadi Sari Matua, karena diantara anaknya sudah ada yang berumah tangga namun belum dikaruniai cucu. Hasuhuton beralasan, parumaen (menantu) sudah mengandung (“manggora pamuro”). Hebatnya lagi, parjuhutna (boan) sigagat duhut (bukan simarmiak-miak merhuling-hulinghon horbo).Saya kurang setuju menerima adat yang demikian”, ujar Ev H Simanjuntak. Lahir dulu, baru kita sebut Si Unsok atau Si Butet, kalau orang yang meninggal tadi dari Mate Mangkar menjadi Sari Matua, lalu ompu si apa kita sebut? Ompu Sipaimaon?”, katanya memprotes. Kalau hanya mengharapkan manjalo tangiang menjadi partangiangan, kenapa kita sungkan menerima apa yang diberikan Tuhan kepada kita, sambungnya. Soal boan sigagat duhut, menurut Simanjuntak, hal itu sudah melampaui ambang batas normal adat Batak. Seharusnya simarmiak-miak, karena kerbau adalah ternak yang paling tinggi dalam adat Batak, tegasnya. Ulos tujung dan sampe tua
Ulos tujung, adalah ulos yang ditujungkan (ditaruh diatas kepala) kepada mereka yang menghabaluhon (suami atau isteri yang ditinggalkan almarhum). Jika yang meninggal adalah suami, maka penerima tujung adalah isteri yang diberikan hula-hulanya. Sebaliknya jika yang meninggal adalah isteri, penerima tujung adalah suami yang diberikan tulangnya. Tujung diberikan kepada perempuan balu atau pria duda karena “mate mangkar” atau Sari Matua, sebagai simbol duka cita dan jenis ulos itu adalah sibolang.
Dahulu, tujung itu tetap dipakai kemana saja pergi selama hari berkabung yang biasanya seminggu dan sesudahnya baru dilaksanakan “ungkap tujung” (melepas ulos dari kepala). Tetapi sekarang hal itu sudah tidak ada lagi, sebab tujung tersebut langsung diungkap (dibuka) oleh tulang ataupun hula-hula sepulang dari kuburan (udean). Secara ratio, yang terakhir ini lebih tepat, sebab kedukaan itu akan lebih cepat sirna, dan suami atau isteri yang ditinggal almarhum dalam waktu relatif singkat sudah dapat kembali beraktifitas mencari nafkah. Jika tujung masih melekat di kepala, kemungkinan yang bersangkutan larut dalam duka (margudompong) yang eksesnya bisa negatif yakni semakin jauh
dari Tuhan atau pesimis bahkan apatis.
Ulos Sampe Tua, adalah ulos yang diberikan kepada suami atau isteri almarhum yang sudah Saur Matua, tetapi tidak ditujungkan diatas kepala, melainkan diuloskan ke bahu oleh pihak hula-hula ataupun tulang. Jenis ulos dimaksud juga bernama Sibolang. Ulos Sampe Tua bermakna Sampe (sampailah) tua (ketuaan-berumur panjang dan diberkati Tuhan) Akhir-akhir ini pada acara adat Sari Matua, sering terlihat ulos yang seharusnya adalah tujung, berobah menjadi ulos sampe tua. Alasannya cukup sederhana, karena suami atau isteri yang ditinggal sudah kurang pantas menerima tujung, karena faktor usia dan agar keluarga yang ditinggalkan beroleh tua.
Konsekwensi penerima ulos Sampe Tua adalah suami ataupun isteri tidak boleh kawin lagi. Seandainya pesan yang tersirat pada ulos Sampe Tua ini dilanggar, kawin lagi dan punya anak kecil lalu meninggal, ulos apa pula namanya. Tokoh adat Ev H Simanjuntak, BMT Pardede, Raja Partahi Sumurung Janter Aruan SH dan Constant Pardede berpendapat sebaiknya ulos yang diberikan adalah tujung, sebab kita tidak tahu apa yang terjadi kedepan. Toh tujung itu langsung dibuka sepulang dari kuburan, ujar mereka.
Saur Matua
Seseorang disebut Saur Matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “Titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru”. Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon seperti diuraikan diatas, belum tentu dimiliki seseorang. Artinya seseorang juga berstatus saur matua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya perempuan, namun sudah semuanya hot ripe dan punya cucu.Khusus tentang parjuhutna, Ev H Simanjuntak bersama rekannya senada mengatakan, yang cocok kepada ina adalah lombu sitio-tio atau kalau harus horbo, namanya diperhalus dengan sebutan “lombu sitio-tio marhuling-hulinghon horbo”. Sebab kelak jika bapak yang meninggal, “boan”-nya adalah horbo (sigagat duhut).
Diminta tanggapannya apakah keharusan boan dari mereka yang Saur Matua lombu sitio-tio atau sigagat duhut, tokoh adat ini menjelaskan, hal itu relatif tergantung kemampuan hasuhuton, bisa saja simarmiak-miak. Disinilah pemakaian umpasa “Pitu lombu jonggi, marhulang-hulanghon hotang, raja pinaraja-raja, matua hasuhuton do pandapotan”. Kalangan hula-hula, terutama dongan sahuta harus memaklumi kondisi dari hasuhuton agar benar-benar “tinallik landorung bontar gotana, sada sitaonon do na mardongan sahuta nang pe pulik-pulik margana”. Jangan terjadi seperti cerita di Toba, akibat termakan adat akhirnya mereka lari malam (bungkas) kata mereka.
Masih seputar Saur Matua khususnya kepada kaum bapak, predikat isteri tercinta, kawin lagi dan punya keturunan. Kelak jika bapak tersebut meninggal dunia, lalu anak yang ditinggalkan berstatus lajang, sesuai dengan defenisi yang dikemukakan diawal tulisan ini, sang bapak menjadi Sari Matua.
Mauli Bulung
Mauli Bulung, adalah seseorang yang meninggal dunia dalam posisi titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru sahat tu namar-nini, sahat tu namar-nono dan kemungkinan ke “marondok-ondok” yang selama hayatnya, tak seorangpun dari antara keturunannya yang meninggal dunia (manjoloi) (Seseorang yang beranak pinak, bercucu, bercicit mungkin hingga ke buyut).Dapat diprediksi, umur yang Mauli Bulung sudah sangat panjang, barangkali 90 tahun keatas, ditinjau dari segi generasi. Mereka yang memperoleh predikat mauli bulung sekarang ini sangat langka.
Dalam tradisi adat Batak, mayat orang yang sudah Mauli Bulung di peti mayat dibaringkan lurus dengan kedua tangan sejajar dengan badan (tidak dilipat).
Kematian seseorang dengan status mauli bulung, menurut adat Batak adalah kebahagiaan tersendiri bagi keturunannya. Tidak ada lagi isak tangis. Mereka boleh bersyukur dan bersuka cita, berpesta tetapi bukan hura-hura, memukul godang ogung sabangunan, musik tiup, menari, sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Kasih lagi Penyayang.Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-27891977882180898192012-01-05T17:24:00.000-08:002012-01-05T19:14:30.188-08:00Aturan Adat BatakPatokan dan Aturan Adat
(Ruhut–ruhut Paradaton)
Patokan dan aturan adat adalah acuan atau cerminan untuk melaksanakan adat didalam sukacita maupun dukacita yang pelaksanaannya harus didasarkan pada falsafah “ DALIHAN NATOLU “ serta memperhatikan nasihat nenek moyang ( Poda Ni Ompunta)
* Jolo diseat hata asa diseat raut ( di bicarakan sebelum dilaksanakan)
* Sidapot solup do na ro (mengikuti adat suhut setempat)
* Aek Godang tu aek laut, dos ni roha nasaut (Musyawarah mufakat ).
Pasal 1
1. Pada acara pesta perkawinan yang mutlak (mortohonan) suhi ni ampang ñaopat :
a. Pihak paranak (pengantin lelaki) yang terima ulos :
1. Ulos Pansamot : Orang tua pengantin
2. Ulos Paramaan : Abang / adik Orangtua Pengantin
3. Ulos Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin
4. Ulos Sihunti Ampang : Saudara (Ito) atau Namboru Pengantin
b. Pihak Parboru (pengantin perempuan) yang terima sinamot :
1. Sijalo Bara / Paramai : Abang / adik pengantin
2. Sijalo Upa Tulang : Tulang pengantin
3. Sijalo Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin atau
Simandokhon Ito pengantin *(sesuai Hasuhuton&Tonggo Raja).
4. Sijalo Upa Pariban : Kakak atau Namboru Pengantin
c. Urutan Pelaksanaan:
1. Ulos Hela diberikan setelah Ulos Pansamot.
2. Sijalo Paramai diberikan setelah sinamot nagok diterima Suhut Parboru.
2. Pada acara Adat Perkawinan yang harus diperhatikan :
a. Tintin marangkup diberikan kepada Tulang Pengantin pria, bila perkawinan dengan
Pariban Kandung (Boru Tulang), tidak ada Tintin Marangkup.
b. Jumlah Tintin Marangkup, sesuai kesepakatan demikian Panandaion bila ada.
c. Ulos yang diturunkan (tambahan) tidak boleh melebihi tanggungan Parboro.
d. Uang Pinggan Panungpunan, disesuaikan dengan besarnya Sinamot.
e. Undangan pada acara adat Boru Sihombing atau Bere Sihombing, suhu – suhu Ompu yang menerima Sinamot / Tintin Marangkup / Upa Tulang , wajib memberikan ulos Herbang, selain yang memberi ulos Herbang, boleh memberi uang (pembeli ulos).
Pasal 2
Pada Acara Adat Kematian (meniggal dunia), ulos yang berjalan dan acara sesuai tingkat kematian :
1. Meninggalnya dari usia anak-anak sampai usia berkeluarga :
a. Anak-anak dan Boru Sihombing remaja : Lampin atau Saput dari orangtua.
b. Remaja / Pemuda Sihombing : Saput dari Tulang-nya.
c. Kembali dari makan tidak ada acara adat lagi.
2. Meninggal Suami / Isteri :
a. Tingkat kematian ditetapkan dalam Parrapoton / Tonggo Raja.
b. Ulos Saput / Tutup Batang Suami dari Tulang-nya, Ulos Tujung/ Sampetua Istri dari Hula – hula.
c. Ulos Saput / Tutup Batang Istri dari Hula – hula, Ulos Tujung/ Sampetua Suami dari Tulangnya.
d. Urutan pelaksanaan : Saput lebih dulu baruTujung (berubah sesuai kondisi).
e. Tingkat kematian Sarimatua, kembali dari makam ada Acara Buka Tujung, bagi yang masih menerima Tujung.
f. Tingkat kematian Saurmatua, kembali dari makam ada Acara Buka Hombung.
g. Suami meninggal, Tulang-nya Siungkap Hombung; Istri meninggal, Hula-hulanya.
Pasal 3
Parjambaran
Pada setiap Acara Adat Pesta Perkawinan dan kematian berjalan Parjambaran, pada
dasarnya sebelum pelaksanaan harus dibicarakan lebih dahulu :
1. PARJAMBARAN DI ACARA ADAT PESTA PERKAWINAN, PANJUHUTI-NYA PINAHAN / SIGAGAT DUHUT.
a. Mengkawinkan anak laki – laki :
- Bila adatnya alap jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro
- Bila adatnya Taruhon Jual :
Osang utuh diparanak, untuk diberikan kepada hula-hula (Sijalo Tintin Marangkup), ihur-ihur (Upa Suhut) diparanak dan diberikan Ulak Tando Parboru,
Somba – somba dan soit dibagi dua dan parngingian (kiri) di Paranak :
(1). Somba – somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.
(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale-ale, Dongan Sahuta, dll.
(3). Parngingian / Parsanggulan untuk Boru / Bere.
(4). Ikan (dengke) dari Parboru untuk Hasuhuton.
b. Mengawinkan anak Perempuan :
- Bila adatnya Taruhon Jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro.
- Bila adatnya Taruhon Jual :
Osang Utuh di Parboru untuk diberikan ke Hula-hula dan Tulang Rorobot.
Ihur – ihur (Upa Suhut) di Parboru untuk Hasuhuton
Somba – somba dan Soit dibagi dua dan parngingian(kanan) di Parboru :
(1). Somba –somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.
(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale – ale, Dongan Sahuta, dll.
(3). Parsanggulan / Parngingian untuk Boru / Bere.
2. PARJAMBARAN DI ACARA KEMATIAN SARI / SAURMATUA, BOAN SIGAGAT DUHUT (Contoh) :
Ulaon : Borsak Simonggur.
Hasuhuton : Hutagurgur.
Bona ni Hasuhutin : Tuan Hinalang.
Suhut Bolon : Datu Parulas.
A. DONGASABUTUHA
1. Panambuli : Anggi Doli Hariara.
2. Pangalapa / Pamultak : Raung Nabolon.
3. Panambak / Sasap : Dongan Tobu.
4. Ihur – ihur / Upa Suhut : Datu Parulas.
5. Uluna / Sipitudai : Jambar Raja (Parsadaan dan Punguan)
Orang biasanya diberikan ke Protokol dan Sitoho-toho.
6. Ungkapan : Haha Doli Suhut Bolon.
7. Gonting : Anggi Doli Suhut Bolon.
B. BORU / BERE / IBEBERE
1 . Tanggalan Rungkung Partogi : Boru ni Prsadaan.
2. Tanggalan Rungkung Mangihut : Boru ni Punguan.
3. Tanggalan Rungkung Bona – bona : Boru Diampuan/Bere – Ibebere.
C. HULA – HULA
1. Tulan Bona : Pangalapan Boru/Hula-hula Tangkas.
2. Tulan Tombuk : Namamupus/Tulang.
3. Somba – somba Siranga : Tulang Rorobot, Bona Tulang, Bona Hula.
Somba – somba Nagok :Bona na ari.
4. Tulan :P arsiat (Hula-hula, Haha Anggi, & Anak Manjae)
D. DONGAN SAHUTA / RAJA NARO.
1. Botohon : Sipukkha Huta/Dongan Sahuta.
2. Ronsangan : Pemerintah setempat.
3. Soit Nagodang : Paariban, Ale-ale, Pangula ni Huria, Partungkoan.
4. Bonian Tondi : Pangalualuan ni Nipi (teman curhat).
5. Sitoho-toho : Surung-surung ni namanggohi adat (orang yang sering
datang).
6. Pohu : Penggenapi isi tandok Hula-hula
7. Sohe/Tanggo : Penggenapi jambar yang belum dapat, dan lain-lain.
3. PENJELASAN BENTUK DAN LETAK PARJAMBARAN
A. NAMARMIAK-MIAK (PINAHAN LOBU)
1. Osang-osang : rahang bawah
2. Parngingian : kepala bagian atas
3. Haliang : leher
4. Somba-somba : rusuk
5. Soit : persendian
6. Ihur-ihur/Upa Suhut : bagian belakang sampai ekor
Parjambaran Namarmiak – miak di Humbang
(Oleh : Ompu Natasya L. Toruan )
Na marmiak-miak
B. SIGAGAT DUHUT
1. Uluna/Sipitu dai : kepala atas dan bawah (tanduk
namarngingi dan osang)
2. Panamboli : potongan leher (sambolan)
3. Pangalapa/Pultahan : perut bagian bawah (tempat belah)
4. Panambak/Sasap : pangkal paha depan
5. Ungkapan : pangkal rusuk depan
6. Gonting : pinggul/punggul
7. Upa Suhut / Ihur-ihur : bagian belakang sampai ekor
8. Tanggalan Rungkung : leher (depan sampai dengan badan)
9. Tulan Bona : paha belakang
10. Tulan Tombuk : pangkal paha belakang
11. Somaba-somba Siranga : rusuk-rusuk besar
12. Somaba-somba Nagok : rusuk paling depan (gelapang)
13. Tulan : kaki di bawah dengkul
14. Botohon : paha depan
15. Ronsangan : tulang dada ( pertemuan rusuk)
16. Soit Nagodang : persendian
17. Bonian Tondi : pangkal rusuk iga
18. Sitoho-toho : sebagian dari osang bawah
19. Pohu : bagian-bagian kecil
20. Sohe/Tanggo-tanggo : cincangan
Parjambaran Sigagat Duhut di Humbang
( Oleh Drs. Togap L. Toruan)
Si gagat duhut
Pasal 4
MANGADATI
Mangadati adalah pelaksanaan ”menerima.membayar” adat perkawinan (marunjuk) yang telah menerima pemberkatan nikah sebelumnya, dimana kedua belah pihak orangtua sepakat, adatnya dilaksanakan kemudian dan atau kawin lari (mangalua) dimana acara ini dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ( Paranak). Karena itu ”mangadati” tidak sama dan bukanlah manjalo sulang-sulang ni pohompu.
A. Tahapan yang harus dipenuhi sebelum Mangadati :
1. Pada acara partangiangan (pengucapan syukur) pemberkatan nikah, Paranak wajib mengantar ”Ihur-ihur” kepada pihak pengantin perempuan (Parboru) sebagai bukti bahwa putrinya telah di-paraja (dijadikan istri).
2. Pihak paranak melakukan acara manuruk-nuruk (suruk-suruk) meminta maaf dengan membawa makanan adat kepada pihak Parboru(hula-hula).
3. Pihak Paranak melakukan pemberitahuan rencana ”mangadati” kepada pihak Parboru, dengan membawa makan adat. Acara ini merancang (mangarangrangi) ”Somba ni uhum: (sinamot), ulos herbang, dan yang berkaitan dengan mangadati.
B. Acara ”mangadati” dilaksanakan di tempat pihak Paranak, sehinga pelaksanaan sama dengan pesta adat ”taruhon jual”, yakni pihak Parboru datang dalam rombongan membawa beras, ikan, dan ulos.
C. Parjambaran: ”Sidapotsolup do naro”
‘
Pasal 5
MENDAMPINGI, MANGAMAI, MANGAIN
Pengertian umum adalah suatu proses untuk perkawinan campuran antara anaka / boru dengan anak/boru suku/bangsa lain (Marga Sileban), dimana pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan adat Batak. Penerapannya dilakukan sesuai tahapan dan aturan masing-masing sebagai berikut :
MENDAMPINGI. Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak, Marga Sileban cukup meminta kepada satu keluarga Sihombing yang mau mendampingi dengan fungsi sebagai wakil/juru bicara/Raja parhata, dengan demikian :
1. Mendampingi Parboru, Sijalo Sinabot harus Marga Sileban, yang mendampingi hanya menerima uang kehormatan saja.
2. Mendampingi Paranak, Sijalo Ulos Suhi ni Ampang Naopat harus keluarga suku lain (Marga Sileban), yang mendampingi hanya menerima Ulos Pargomgom.
3. Yang mendampingi tidak boleh melakukan Tonggo / Ria Raja dan Papungu Tumpak.
MANGAMAI . Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan na marmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangamai dihadapan Dongan Tubu, Boru/Bere, Dongan Sahuta.
Dengan restu hadirin, yang Mangamai mangupa dengan menyatakan kesediaan untuk melaksanakan tahapan adat perkawinan yang dimaksud pihak Marga Sileban, kemudian Marga Sileban memberikan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua hadirin. Sehingga yang diamai dengan yang Mengamai sudah menjadi Dongan Sahundulan yang sifatnya permanen.
Dalam hal Mangamai Paranak, yang menerima ulos diatur sebagai berikut :
Ulos Pansamot : Orangtua kandung Marga Sileban.
Ulos Paramaan : Yang Mangamai.
Ulos Todoan : Marga Sileban atau keluaga yang Mengamai.
Ulos Sihunti Ampang : Boru yang Mengamau atau Marga Sileban.
Ulos seterusnya diatur pembagiannya sesuai dengan kesepakatan.
Tintin Marangkup tetap harus diberikan ke Tulang pengantin pria Marga Sileban.
Dalam hal Mangamai Parboru, yang menerima Sinamot/tuhor diatur sebagai berikut :
Sinamot nagok : Orangtua kandung Marga Sileban.
Paramai : yang Mengamai.
Todoan : Marga Sileban atau yang Mengamai.
Pariban : Boru yang Mengamai atau Boru Marga Sileban.
Upa Tulang harus diberikan kepada Tulang pengantin wanita Marga Sileban.
Panandaion/Sipalas roha diatur pembagiaanya sesuai kesepakatan.
MANGAIN. Marga Sileban yang berkehendak anaknya (wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak(pria) Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan namarmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangain dihadapan Dongan Tubu,Boru/bere, Hula-hula/Tulang, Dongan Sahuta.
Tahapan Pelaksanaan:
1. Marga Sileban atau pendampinganya menyerahkan tudu-tudu sipanganon.
2. Marga Sileban menyerahkan putrinya kepada yang Mangain.
3. Yang Mangain, marmeme dan manghopol dengan Ulos Mangain.
4. Hula – hula yang Mangain (Tulangna) memberikan ulos parompa.
5. Marsipanganon.
6. Hata Sigabe-gabe.
Yang Mangain akan menempatkan yang diain pada urutan anggota keluarga yang tidak mengubah Panggoran (buha baju) yang sudah ada. Selanjutnya, keluarga yang Mangain bertanggung jawab melaksanakan kewajiban adat Batak kepada yang diain. Pada acara perkawinan yang diain, yang menerima Sinamot Nagok dan Suhi ni Ampang Naopat adalah yang Mangain dan keluarga. Orangtua kandung marga Sileban menerima Sinamot(panandaion) sebagai penghargaan atau penghormatan.
Pada dasarnya kedudukan Anak atau Boru yang Didampingi, Diamai, Diain, tidak sama, dan tidak punya kaitan apapun dengan ”pewarisan”. Masing masing hanya terbatas pada proses adat yang dilakukan.
Pasal 6
MANGANGKAT /MANGADOPSI
Suatu proses seorang anak (pria atau wanita) masuk dalam keluarga menjadi anak/boru, baik karena belum mempunyai keturunan maupun karena suatu hal.
1. Meminta persetujuan Haha/Anggi dan Ito, serta Hulua-hula(sekandung).
2. Mengurus kelengkapan dari catatan sipil.
3. Mengurus babtisan dari gereja.
4. Melakukan pengukuhan secara adat dihadapan :
- Dongan Tubu
- Hula – hula dan Tulang
- Boru / Bere
- Dongan Sahuta
- Raja Bius (Parsadaan dan Punguan)
5. Untuk acara pengukuhan Boru (putri) oleh namarmiak-miak, tetapi untuk pengukuhan anak (putra) sebaiknya sigagat duhut, karena kehadirannya. Selain pewaris juga akan menjadi penerus keturunan.
Tahapan pelaksanaan :
1. Penjelasan tentang tata cara.
2. Pasahat tudu-tudu sipanganon
3. Hula-hula dan Tulang mangupa / marmeme dan memberi Ulos Parompa
4. Marsipanganon
5. Yang Mangangkat menyerahkan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua undangan (Upa Raja Natinonggo).
6. Pasahat Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada hadirin.
7. Hata Sigabe-gabe.
Pasal 7
ULOS HERBANG
Ulaos Herbang untuk diberikan ke pihak Paranak pada acara perkawinan Boru Sihombing banyaknya 17 (tujuh belas) lembar, bila ada tambahan/titilan Paranak, tidak boleh lebih dari yang disediakan Sihombing dan Ulos Herbang yang akan diterima pada acara perkawinan anak (putra) Sihombing Banyaknya tidak dibatasi. Dalam menentukan banyaknya Ulos Herbang, hendaknya tetap memperhitungkan waktu penyerahan.
Pasal 8
CATATAN/PERHATIAN
1. Pada setiap acara adat pesta perkawinan dan kematian yang berhak menerima dan memberikan adat aníllala anggota yang sudah diadati (beradat).
2. Pada kejadian dukacita (mate) di mana statusnya Sarimatua atau Saurmatua, bila bonannya Sigagat Duhut, tidak boleh lagi dijalankan teken tes.
3. Acara Patua Hata dan Pargusipon, dapat dilaksanakan oleh tingkat Suhu Ompu, tetapi Acara Tonggo Raja/Rai Raja harus sampai tingkat Borsak Sirumonggur.
4. Pesta adat (unjuk) yang oleh karena keterbatasan, hendaknya tetap ulaon Borsak Sirumonggur, karena hanya menambah lebih 5 (lima) undangan. Misalnya mengundang paling sedikit seorang dari masing-masing : Haha Doli Hutagurgur, Anggi Doli Hariara, Raja parhata, Pengurus Parsadaan Borsak Sirumonggur.
Pasal 9
PENUTUP
1. Patokan dan aturan adat ini dalam penerapannya tidak boleh menjadi beban pikiran dan menimbulkan kerugian Suhut Bolon.
2. Hal-hal yang berjalan di luar Patokan dan Aturan adat ini,harus dicatat menjadi dokumen Pengurus Pusat dan dilaporkan tertulis ke Dewan Pembina.
3. Patokan dan Aturan adat yang Belum tertuang, akan ditetapkan oleh Pengurus Pusat, setelah disetujui oleh Dewan Pembina.
Disempurnakan
Dan ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 23 September 2002
DEWAN PEMBINA
BORSAK SIRUMONGGUR
JAKARTA & SEKITARNYA
Ketua Sekretaris
TTD TTD
St. Drs. Togap Lumbantoruan Drs. Ronald Marudin Sihombing
Disalin sesuai dengan aslinya, 12 Juni 2005
Sekretaris Jenderal Parsadaan Borsak Sirumonggur
P.L. ToruanKomunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3219980962157613660.post-44352943024046361272012-01-05T08:17:00.000-08:002012-02-18T20:59:06.723-08:00Silsilah Dan Asal Usul Marga-Marga Batak<b>Silsilah Dan Asal Usul Marga-Marga Batak
dari Si Raja Batak </b><br />
<br />
<b>Horas...Somba marhula hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru. </b><br />
<b>Silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak ("Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987). </b><br />
<br />
<b>Asal mula marga dari SI RAJA BATAK dan keturunannya.
SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu : </b><br />
<b>
1. GURU TATEA BULAN. </b><br />
<b>2. RAJA ISOMBAON.GURU TATEA BULAN </b><br />
<br />
<b>Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu : </b><br />
<br />
<b>- Putra :
a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.
b. TUAN SARIBURAJA.
c. LIMBONG MULANA.
d. SAGALA RAJA.
e. MALAU RAJA. </b><br />
<br />
<b>
- Putri : </b><br />
<br />
<b>1. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA. </b><br />
<br />
<b>2. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON. </b><br />
<br />
<b>3. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA. </b><br />
<br />
<b>
4. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).
TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN".
RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON) RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).
Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar : </b><br />
<br />
<b>a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG. </b><br />
<br />
<b>b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK.
SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis).
Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga bersaudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA menyelamatkan diri dan pergi mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil.
Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu kembali dengan SI BORU PAREME.
SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG.
Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN, karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya.
SARIBURAJA kemudian berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus. </b><br />
<br />
<b>SI RAJA LONTUNG, Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu : </b><br />
<br />
<b>- Putra : </b><br />
<b>a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.
b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.
c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.
d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.
e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.
f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.
g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR. </b><br />
<br />
<b>- Putri : </b><br />
<b>a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING. </b><br />
<b>b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.
Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA. SI SIA
MARINA = SEMBILAN SATU IBU. </b><br />
<b>Dari keturunan SITUMORANG</b><b>, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO,
SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.
Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU. </b><br />
<b>Dari keturunan PANDIANGAN, lahir
marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA. </b><br />
<b>Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE. </b><br />
<b>Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang
TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN. </b><br />
<b>Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE. </b><br />
<b>Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN. </b><br />
<br />
<b>SI RAJA BORBOR Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan
oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR. Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut : </b><br />
<b>1. DATU DALU (SAHANGMAIMA), Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :
a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT.
b. TINENDANG, TANGKAR.
c. MATONDANG.
d. SARUKSUK.
e. TARIHORAN.
f. PARAPAT.
g. RANGKUTI. </b><br />
<b>2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR. </b><br />
<b>3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP. </b><br />
<b>4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG. </b><br />
<b>5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN. </b><br />
<b>6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG.
Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT. LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG.
Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.
SAGALA RAJA Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.
LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.
b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.
c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.
d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE. Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.
TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga KeturunannyaTUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.
b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.
c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).
SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.
SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.
SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON.
NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU / OMPU RAJA NABOLON) Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.
b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.
c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.
d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE). Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung) :
a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.
b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.
c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.
d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.
Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING.
SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN. Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.
Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :
a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.
b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.
c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.
d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.
NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON. RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR.
Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :
a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.
b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG. Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.
NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya
ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA. TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra. Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :
a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.
b. SI PAET TUA.
c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.
d. SI RAJA OLOAN.
e. SI RAJA HUTA LIMA. Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :
a. SI RAJA SUMBA.
b. SI RAJA SOBU.
c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS. Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut
mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunan TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini. </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.
b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.
c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.
d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE. </b><br />
<br />
<b>
Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.
b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.
c. PANGARIBUAN, HUTAPEA </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. SIHALOHO.
b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.
c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.
d. SIDABUTAR.
e. SIDABARIBA, SOLIA.
f. SIDEBANG, BOLIALA.
g. PINTUBATU, SIGIRO.
h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL. </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.
b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.
c. BANGKARA.
d. SINAMBELA, DAIRI.
e. SIHITE, SILEANG.
f. SIMANULLANG. </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. MAHA.
b. SAMBO.
c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA. </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.
b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI. </b><br />
<br />
<b>Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. SITOMPUL.
b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS. </b><br />
<br />
<b>Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.
b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.
***DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga
dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut: "Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan", artinya: "Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput; Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji". Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
a. MARBUN dengan SIHOTANG.
b. PANJAITAN dengan MANULLANG.
c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.
d. SITORUS dengan HUTAJULU - HUTAHAEAN - ARUAN.
e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.
CATATAN TAMBAHAN: </b><br />
<br />
<b>1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI. </b><br />
<br />
<b>2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA.
Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin. </b><br />
<br />
<b>3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN. </b><br />
<br />
<b>4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA. </b><br />
<br />
<b>
5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh) </b><br />
<br />
<b>6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya). </b><br />
<br />
<b>7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, jadi bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN. Selanjutnya biasanya marga SIAGIAN dari TUAN DIBANGARNA akan bertarombo kembali menanyakan asalnya dan nomor keturunan. Kebetulan saya marga SIAGIAN dari PARPAGALOTE. </b><br />
<br />
<b>8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut "Siregar Utara", sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut "Siregar Selatan". </b><br />
<br />
<b>9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi). </b><br />
<br />
<b>10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) terdapat beberapa padanan marga yaitu:
a. BUNUREA disebut juga BANUREA.
b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.
c. BARUTU disebut juga BERUTU.
d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.
e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.
f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG. </b><br />
<br />
<b>11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya. </b><br />
<br />
<b>12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING. </b><br />
<br />
<b>13. Jangan keliru (bedakan):
a. SITOHANG dengan SIHOTANG.
b. SIADARI dengan SIDARI.
c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.
d. SARAGI (Batak Toba) tanpa huruf abjad "H" dengan SARAGIH (Batak Simalungun) ada huruf abjad "H".
14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja di pulau Sulawesi.
15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.
</b>Komunitas Batak Sulawesi Tengahhttp://www.blogger.com/profile/17119463352058198825noreply@blogger.com0